Strategi Menabung: Kebutuhan Vs Keinginan
Salah satu strategi
menabung adalah membedakan kebutuhan dan keinginan. Secara praktis, kebutuhan
dapat diartikan sebagai hal-hal yang menunjang kehidupan kita sehingga tanpa
memenuhi kebutuhan, kehidupan kita akan berjalan pincang. Sementara keinginan adalah
hal-hal yang kita gunakan untuk memuaskan panca indra belaka, dan tanpa
memenuhi keinginan tersebut hidup kita masih bisa berjalan sebagaimana
mestinya.
Sebagai ilustrasi
(saya senang menggunakan ilustrasi ini saat memberikan materi pendidikan kepada
anggota Credit Union kami), Jony seorang mekanik. Baru-baru ini handphone-nya rusak karena faktor
ketidaksengajaan. Handphone itu cukup
berarti karena biasa digunakan Jony untuk berkomunikasi dengan rekan kerja dan customer-nya. Dia lalu mulai
mengalokasikan pendapatannya untuk membeli handphone
baru bulan yang akan datang. Saatnya pun tiba. Saat Jony masuk ke sebuah Toko
yang menjual handphone, dia tergiur
dengan sebuah smartphone terbaru yang
cukup canggih, garansi jelas, dan harga sedang promo. Memang walaupun dengan
harga diskon, harga handphone itu
masih tergolong mahal untuk ukuran Jony. Dengan uang yang dibawanya saat itu
harga handphone baru itu memang belum
terjangkau, namun bukannya Jony tidak mampu membelinya. Dengan mengocek
sebagian tabungannya, dia dapat memiliki handphone
tersebut. Nah, pada ilustrasi tersebut, bagi Jony handphone adalah sebuah kebutuhan sedangkan smartphone terbaru tersebut adalah keinginan.
Saat kita memiliki
niat menyisihkan pendapatan anda untuk tabungan, perhatikan kembali rencana
belanja yang dibuat di awal bulan. Perhatikan daftar belanja atau pengeluaran
tersebut, periksalah seberapa banyak item dari daftar rencana belanja tersebut
yang merupakan kebutuhan dan keinginan. Sedapat mungkin letakkan keinginan pada
tempat paling bawah dari daftar tersebut agar keinginan baru akan
direalisasikan setelah seluruh biaya kebutuhan
terpenuhi. Atau jika kita ingin cara yang lebih ekstrim (misalnya kita
akan membutuhkan budget yang besar sehingga butuh pos ekstra untuk tabungan) delete semua keinginan dari dalam daftar
tersebut, dan alihkan alokasi biayanya untuk tabungan.
Kebutuhan dan
keinginan setiap orang pasti berbeda, tergantung dari tingkat sosial ekonomi,
pengaruh lingkungan dan pekerjaan/karirnya. Misalnya: Pak Memet adalah pedagang
sate kambing keliling dengan income rata-rata Rp 2.500.000 juta per bulan.
Baginya merasakan rekreasi bersama keluarga di tempat wisata dengan budget Rp 750.000 adalah sebuah
keinginan, dan hanya akan terpenuhi jika dia mengorbankan budget untuk kebutuhan hidupnya yang jauh lebih penting. Lain
halnya dengan Pak Efendi seorang manajer penjualan di sebuah perusahaan consumer goods dengan income rata-rata 10 juta per bulan.
Tuntutan kerja dan target yang membuatnya rentan stress, mungkin membuat
rekreasi bersama anggota keluarga adalah sebuah kebutuhan. Dengan budget sekali
mengunjungi rekreasi tempat wisata adalah 750.000, maka kegiatan ini dapat
menjadi rutinitas untuk meredakan stress.
Namun dengan
demikian bukan berarti memenuhi keinginan menjadi sesuatu yang ‘haram’
hukumnya. Tidak sama sekali. Selama kita bisa mengelola keuangan dengan baik,
memenuhi keinginan sah-sah saja. Malah kadang-kadang juga perlu memuaskan
keinginan sebagai bentuk apresiasi terhadap pencapaian pribadi kita, itu juga
salah satu bentuk motivasi diri yang bisa dilakukan. Namun caranya harus bijak,
yaitu melalui perencanaan. Misalnya saat teman-teman mengajak anda dan keluarga
berlibur ke pulau di luar kota akhir tahun nanti. Asumsikan liburan ini adalah
keinginan karena anda sebenarnya tidak membutuhkannya. Setelah
menghitung-hitung perjalanan tersebut akan menghabiskan biaya kurang lebih Rp 3.000.000.
Jika ingin memenuhi keinginan tersebut mulailah mengalokasikan pendapatan
pendapatan anda secara rutin. Sehingga saat akhir tahun nanti alokasi budget untuk liburan sudah terpenuhi.
Tentu saja konsekuensinya anda harus mengorbankan pos pengeluaran anda yang
lain. Sekali lagi anggaran belanja akan sangat membantu dalam hal ini.
Post a Comment