Eye Contact Untuk Menunjang Presentasi
Masih ingat saat
kita mendapat tugas menjelaskan materi pelajaran di depan kelas pada masa-masa
SD atau SMP dulu? Untuk anak-anak yang gampang gugup dan kurang percaya diri
menatap isi ruangan, bapak atau ibu guru kita biasa memberi tips agar jangan
melihat persis di mata teman-teman kita (yang diasumsikan menjadi penyebab
kegugupan itu). Melihatnya kira-kira sejengkal di atas kening mereka. Bisa jadi
masih ada yang mempraktekkanya sampai sekarang. Tidak salah memang strategi
seperti itu, apalagi untuk anak-anak pemula. Namun bila memungkinkan kebiasaan
itu dihilangkan karena melihat langsung ke mata audiens kita atau “eye contact” memberikan lebih banyak manfaat kepada presentator.
Jika kita sudah terbiasa dengan strategi pertama tadi, mungkin awalnya sulit
namun jika terus dicoba pasti akan terbiasa.
Gambar dari: www.greenroomspeaker.com |
Eye contact adalah bagian dari
komunikasi non-verbal seorang presentator dan audiensnya. Berdasarkan riset
Prof. Albert Mehrabian seorang pakar psikologi, ternyata lawan bicara kita
lebih memperhatikan bahasa tubuh kita dibanding perkataan kita. Katakanlah
kemampuan meraih seluruh perhatian lawan bicara kita adalah 100%. Maka bahasa
tubuh meraih perhatian 55% disusul dengan intonasi suara kita sebanyak 38% dan
rupanya kata-kata yang kita ucapkan hanya 7% saja. Dengan kata lain, komunikasi non-verbal termasuk bahasa tubuh
memegang peranan yang cukup penting untuk meraih respek dari pendengar
dibanding kemampuan mengolah kata-kata belaka.
Eye contact menjadi bagian yang
penting dari komunikasi non-verbal karena mata merupakan jendela jiwa setiap
orang. Ekspresi, suasana batin, dan mood
seseorang amat mudah terbaca lewat sorot matanya. Saat membangun interaksi
dengan orang lain lewat eye contact,
seseorang mampu menganalisa situasi yang terjadi dengan lawan bicaranya
sehingga dapat memilih ekspresi atau kata yang tepat dalam percakapan.
Dalam sebuah
presentasi, eye contact memungkinkan
seorang presentator memantau respon audiens terhadap materi yang dibawakannya.
Dengan mengetahui apakah peserta antusias atau tidak tertarik pada materi
tersebut, presentator dapat mengelola presentasinya dengan lebih efektif. Presentator
dapat mengetahui apakah dia harus berhenti dan memberikan umpan balik, apakah
dia harus mengganti metode presentasi, atau memberikan ice breaking. Eye contact
dengan audiens juga membantu mmembangun respek dari audiens. Adakalanya
presentasi kita diabaikan oleh audiens oleh karena mereka juga merasa diabaikan
oleh presentator. Dengan demikian membagi perhatian secara merata kepada
seluruh peserta juga penting. Memang kadang
pada beberapa presentasi, misalnya presentasi bisnis, dari sejumlah peserta
hanya ada beberapa orang kunci pengambil keputusan. Namun presentator yang
bijak, tidak hanya menitikberatkan perhatiannya pada orang-orang tersebut saja
karena para pengambil keputusan pun berkonsultasi dengan orang-orang pada level
dibawahnya yang mungkin saja tidak tertarik dengan presentasi kita karena
mereka merasa diabaikan.
Bila dilatih secara
maksimal, eye contact juga membantu
membangun dinamika presentasi lewat ekspresi-ekspresi yang dipancarkan kepada
audiens. Sering kali dengan materi yang panjang, presentasi kita jadi terasa datar
sehingga kurang berbekas pada ingatan audiens. Strategi yang dapat ditempuh
presentator mengantisipasi hal tersebut adalah memberikan penekanan pada
bagian-bagian yang penting lewat perubahan ekspresi. Oleh karena itulah saat
mengikuti presentasi yang dibawakan beberapa presentator handal, mereka sering
kali membuat emosi kita naik turun mengikuti dinamika presentasi mereka. Saat
itulah mereka telah berhasil mengungkapkan ekspresinya dan membangun chemistry dengan audiens lewat eye contact dan bahasa tubuh lainnya.
Hampir bisa dipastikan, pesan yang ingin disampaikan fasilitator dapat
mengendap dalam benak audiens. Dengan demikian sebuah presentasi sebagai media
komunikasi dan pembawa pesan telah berhasil mencapai tujuannya.
Satu-satunya jalan
untuk melatih eye contact adalah
praktik atau simulasi. Saat bercakap-cakap, tataplah langsung mata lawan bicara
anda. Perhatikan perubahan ekspresi, perubahan ukuran pupil matanya bila
memungkinkan sambil mendengar kata-katanya. Kemudian tanggapilah dengan cara
yang sama, gunakan sorot mata anda secara alami dan biarkan percakapan anda
berjalan sebagaimana mestinya. Cara lain yang boleh anda coba apabila kebetulan
anda memiliki anjing peliharaan, adalah saat bercanda atau memberikan instruksi
pada anjing anda, tataplah matanya. Kedengaran aneh memang, tetapi anjing
adalah salah satu hewan yang mampu membaca bahasa tubuh manusia, karena itulah
seekor anjing tahu apa orang asing yang berdiri di depannya tipe orang yang
bisa ditakut-takuti atau tidak.
Apabila dalam
peristiwa sehari-hari kita sudah terbiasa memaksimalkan eye contact dengan
orang-orang di sekitar kita, maka memaksimalkan eye contact saat memberikan presentasi di depan sejumlah orang
tidak akan menjadi masalah besar lagi. Memperbanyak jam terbang presentasi juga
dapat membantu kita. Pada akhirnya, sasaran akhir sebuah presentasi adalah
menanamkan pesan kita pada benak segenap audiens. Penggunaan eye contact, adalah salah satu strategi
yang bila digunakan secara tepat dapat membantu mengefektifkan presentasi
tersebut. Selamat mencoba. (PG)
Post a Comment