Rasa Sakit Itu Perlu
Saat sakit kepala menyerang, kita segera
mengutuk penyakit tersebut dan berdoa agar rasa sakitnya segera berhenti.
Begitu pula saat perut kita terasa pedih melilit. Kita ingin agar rasa sakit
itu segera pergi jauh-jauh. Kalau bisa, jangan pernah ada deh yang namanya rasa sakit.
Padahal rasa sakit itu perlu. Kalau tubuh kita
tidak dilengkapi Tuhan dengan mekanisme untuk merasakan “sakit” bayangkan apa
yang akan terjadi dengan tubuh kita? Saat syaraf-syaraf di kepala kita menegang
untuk memberi sinyal bahwa kita butuh relaksasi, kita tidak menyadarinya karena
kita tidak merasa sakit. Ada infeksi di usus yang butuh perhatian segera, tapi
karena kita tidak bisa merasakan sakit, maka kita tetap beraktivitas seperti
biasa. Atau contoh yang lebih ekstrim, syaraf-syaraf di sekitar jantung tidak
bereaksi saat jantung berdetak kencang karena bermasalah, kita tidak
menyadarinya sampai jantung kita benar-benar berhenti. Mengerikan bukan?
Rasa sakit merupakan reaksi alami untuk memberitahu
ada yang tidak beres di tubuh kita yang butuh penanganan segera. Memang rasanya
itu pedih, tidak enak dan tidak nyaman. Pokoknya rasa yang tidak kita inginkan.
Namun itulah mekanisme tubuh agar kita segera memperhatikan darimana asal rasa
sakit itu lalu memberi penanganan yang diperlukan. Apakah butuh obat segera,
penanganan dokter atau terapi lain untuk menyembuhkan penyebab sakit tersebut.
Di luar rasa sakit tubuh, ada juga rasa sakit
yang lebih besar impact-nya terhadap
hidup kita. Rasa sakit ini seringkali kita namakan “sakit hati”. Rasa sakit itu
terjadi saat kita diremehkan oleh orang lain, prestasi kita tidak dihargai oleh
atasan di kantor, saat pasangan hidup kita STT (selingkuh tipis-tipis atau
tebal-tebal?), saat rekan bisnis kita menipu dan merugikan kita, saat tulisan
kita tidak di-HL oleh Admin J dan contoh-contoh lain. Seperti ilustrasi sebelumnya, rasa sakit inipun
kita perlukan. Pasti ada yang salah kalau kita tidak sakit hati saat istri
selingkuh atau saat kita dirugikan.
Namun untuk rasa sakit hati ini, tentu saja
tindak lanjutnya berbeda-beda tergantung dari penyebab sakit hati tersebut. Bisa
jadi kita harus mengingkatkan kapasitas pribadi misalnya saat kita diremehkan
atau pekerjaan kita tidak dihargai. Bisa jadi kita mesti memupuk rasa legowo dan intospeksi diri terutama saat
kita mengalami musibah seperti tertipu rekan bisnis. Bisa jadi pula kita mesti
memperbaiki karakter kita saat misalnya istri mulai menunjukan gelagat tidak
setia. Setiap permasalahan hidup harus kita hadapi dengan caranya
masing-masing.
Kesimpulannya, rasa sakit itu perlu untuk memberitahu
kita bahwa ada “sesuatu” dalam kehidupan ini yang membutuhkan perhatian dan perbaikan
dari diri kita. Kalau anugerah membuat kita bersyukur, rasa sakit membuat kita
semakin memaknai anugerah tersebut. Kedua-duanya adalah cara Tuhan mendewasakan
kita.
Post a Comment