Pengguna Sistem adalah Benteng Terakhir
Praktik penipuan yang menyasar informasi unik para pengguna layanan sistem keuangan terus terjadi. Modusnya macam-macam mulai dari pembaharuan data, gangguan sistem, undian berhadiah dan seterusnya. Dengan kepiawaian para penipu bertutur kata atau memberikan iming-iming, korban pun tanpa sadar mengirim informasi seperti nomor rekening, nomor kartu debet/kredit, OTP dan data-data lain yang berujung pada kerugian.
Sebenarnya praktik penipuan sudah
ada sejak dahulu. Hanya saja modus operandi berubah sesuai perkembangan zaman.
Seiring dengan digitalisasi yang terjadi pada setiap sendi kehidupan kita,
termasuk dunia keuangan, para penipu (fraudster) pun menjalankan
kejahatannya di atas platform dunia digital.
Tapi walaupun penipuan dengan
berbagai modus ini bukan hal baru serta cukup sering jadi pemberitaan dan
perbincangan, korbannya masih terus bermunculan. Minimnya literasi masyarakat
terhadap teknologi informasi menjadi salah satu penyebabnya. Ini menjadi
tantangan yang harus dihadapi bersama-sama.
Hal tersebut mendorong para
penyelenggara sistem keuangan terus berinovasi untuk meminimalkan risiko
kejahatan keuangan yang terjadi. Seperti merancang sistem yang semakin cerdas, peningkatan
lapis demi lapis keamanan dan meminimalkan celah yang memungkinkan terjadinya pencurian
data-data pengguna.
Tapi tetap saja secanggih apapun
sistem keamanan yang dibuat oleh para penyelenggara sistem keuangan, tanpa
diiringi edukasi yang baik dan peningkatan literasi para pengguna sistemnya,
selalu saja ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan. Apalagi
para fraudster juga terus menerus mencari cara untuk mengeruk keuntungan
dari pengguna yang tidak waspada.
Salah satu contoh, belum lama ini
beredar pesan whatsapp dengan modus undangan digital yang ternyata
berisi virus atau program jahat. Pesan serupa masih muncul minggu lalu di salah
satu grup whatsapp yang saya ikuti. Sepertinya nomor WA pengirim sudah
terlebih dahulu diambil alih sebelum mulai menyebarkan pesan berekstensi apk
yang berbahaya tersebut. Untung saja beberapa teman yang kebetulan cepat
membaca pesannya langsung memberi peringatan dan segera menghubungi admin grup.
Tidak lama kemudian yang bersangkutan dikeluarkan dari grup.
Oleh karena itu pencerdasan
pengguna aplikasi sistem keuangan sangat dibutuhkan. Setebal apapun benteng
keamanan yang dibangun oleh pengembang sistem, pertahanan paling terakhir tetap
ada pada penggunanya.
Credit Union kami selama kurang
lebih 4 tahun terakhir juga sudah mengadopsi digitalisasi dalam produk dan layanan,
termasuk penggunaan aplikasi mobile untuk memudahkan transaksi para
anggota. Belakangan ini sejumlah anggota juga mulai disasar oleh fraudster
melalui pesan WA. Secara garis besar ada dua modus permintaan data yang digunakan
yaitu untuk pengkinian data dan penawaran hadiah.
Menyikapi hal tersebut manajemen
melakukan antisipasi dengan semakin gencar membagikan informasi di media sosial
resmi dan grup-grup whatsapp anggota Credit Union. Informasi dibagikan
dalam bentuk e-poster berisi imbauan untuk tidak membagikan data apapun terkait
rekening anggota, bahkan jika yang memintanya mengatasnamakan pihak Credit
Union.
Modul-modul pendidikan anggota juga
semakin dilengkapi dengan penekanan mengenai pentingnya menjaga kerahasiaan
data yang bersifat unik dan sensitif, yang dapat menjadi kunci bagi para fraudster
untuk mengakses dan mengambil alih akun yang ujung-ujungnya merugikan anggota
sendiri.
Nah, jika menghadapi para fraudster
ini diibaratkan sebagai sebuah perang, ada dua strategi utama yang harus
dilakukan untuk memenangkan perang tersebut.
Dari Sisi Penyelenggara
Sistem Keuangan
Hal yang dapat dilakukan adalah membagikan
informasi secara berkesinambungan untuk mengingatkan anggota atau pelanggan
sebagai pengguna jasa keuangan. Bisa melalui text broadcast, pesan
yang muncul pada halaman pembuka aplikasi, pada mesin-mesin ATM, display
di kantor-kantor pelayanan dan lain-lain. Pesan juga bisa disebarkan lewat
media sosial resmi, lewat komunitas-komunitas virtual atau pada saat
penyelenggaraan event.
Berikutnya tentu saja inovasi untuk
meningkatkan keamanan sistem keuangan juga harus terus dilakukan. Saat ini para
vendor aplikasi keuangan semakin mengintensifkan penggunaan kecerdasan buatan
(AI) untuk mengembangkan sistem anti fraud dan pendeteksian transaksi
menyimpang. Inovasi adalah sebuah keharusan mengingat para fraudster pun
tidak tinggal diam dan terus memutakhirkan modus operandinya.
Dari sisi Pengguna
Pengguna harus memiliki literasi
yang baik sebagai pengguna sistem keuangan. Seperti sudah disampaikan di atas,
pengguna tidak boleh membagikan informasi seperti OTP, nomor kartu, nomor
rekening dan lain-lain. Jika ada pesan berupa tautan yang tidak jelas atau mencurigakan
sebaiknya tidak di-klik atau dibuka karena bisa saja berupa kode-kode tertentu
untuk menjalankan program yang bisa mencuri informasi dari perangkat atau mengambil
alih akun pengguna.
Jika ada permintaan data seperti
ini tidak usah ditanggapi bahkan jika mengatasnamakan perusahaannya sendiri.
Sebaiknya pengguna langsung menghubungi kanal layanan pelanggan yang resmi
untuk mengecek kebenaran setiap informasi atau permintaan data.
Tanpa literasi yang baik kejadian
penipuan akan terus terjadi karena berulang seperti sebuah siklus. Yang membedakan
hanya platform dan modus operandi. Lain cerita jika sistem keuangan
dijebol oleh peretas canggih atau memang ada oknum “orang dalam” yang bermain
untuk merugikan pelanggannya.
Tapi di luar itu, sebagai benteng
pertahanan paling terakhir masyarakat sebagai pengguna harus terus menerus
diberi pengetahuan yang memadai untuk meminimalkan risiko kejahatan keuangan
dalam dunia digital yang dapat merugikan mereka.
Ilustrasi gambar dari pixabay.com
Pertama kali tayang di kompasiana.com
Post a Comment