Belajar Product Knowledge dari Ubi Ungu
Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM) telah menjadi penopang utama perekonomian nasional. Pada tahun 2023 lalu jumlah pelaku UMKM mencapai sekitar 66 juta unit usaha dan memberi kontribusi sebesar 61% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Oleh karena itu belakangan ini para pemangku kepentingan mulai dari pemerintah sampai pihak swasta kerap memberi perhatian dan dukungan pada pengembangan UMKM dengan caranya masing-masing.
Walaupun demikian masih ada UMKM yang belum mendapat
bantuan dan pendampingan yang dibutuhkan, baik dalam hal permodalan, manajemen
usaha sampai peningkatan kualitas produk. Ini membuat masih banyak juga UMKM
yang berjibaku, jatuh dan bangun untuk sekadar bertahan hidup atau berjuang sendiri
untuk memajukan dirinya.
Beberapa waktu yang lalu, Credit Union
kami menggelar pelatihan Manajemen Usaha Kecil dan Mikro dengan mengundang
aktivis dan anggota pelaku UMKM sebagai peserta. Sebagai fasilitator pelatihan,
Credit Union kami menggandeng mitra dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Atma Jaya Makassar. Pelatihan yang berlangsung selama dua hari ini
memberi banyak wawasan baru kepada peserta mengenai pengelolaan usaha, mulai
dari perencanaan usaha, melakukan problem solving sampai manajemen
keuangan usaha.
Dari sejumlah masalah yang biasa dihadapi UMKM dalam
menjalankan usahanya, salah satu yang disoroti adalah masih minimnya product
knowledge para pelaku UMKM. Secara singkat, product knowledge dapat
didefinisikan sebagai pengetahuan mendalam mengenai produk yang dipasarkan,
mulai dari karakter, fitur, harga dan informasi detail lainnya. Dengan memiliki
product knowledge yang baik, pelaku UMKM dapat merancang bauran pemasaran
yang tepat untuk meningkatkan peluang pembelian produk yang mereka miliki.
Contoh kecilnya seperti ini. Pada umumnya
masyarakat sudah mengetahui bahwa gula aren lebih baik dibanding dengan gula
pasir, dari segi dampak terhadap kesehatan, sehingga orang akan lebih cenderung
memilih produk dengan aplikasi gula aren dibanding gula pasir.
Mengapa gula aren lebih baik dari gula pasir? Biasanya
orang akan menjawab secara spontan kalau konsumsi gula pasir dapat menimbulkan
risiko diabetes lebih tinggi dari konsumsi gula aren. Ya, ini memang betul.
Tapi dengan memiliki product knowledge yang lebih baik, fakta ini dapat
diulas lebih lanjut dengan lebih rinci.
Gula aren lebih baik karena memiliki indeks
glikemik yang lebih rendah dari gula pasir. Indeks glikemik adalah indikator
seberapa cepat kandungan bahan pangan memengaruhi kenaikan kadar gula darah
dalam tubuh. Indeks glikemik (IG) makanan diukur dalam skala 0-100. Makin
tinggi angka IG, maka makin cepat pula makanan tersebut meningkatkan kadar gula
darah. IG gula aren sebesar 35 sedangkan gula pasir sebesar 68
(hellosehat.com). Selain itu kandungan nutrisi dalam gula aren seperti fosfor,
zat besi, natrium dan kalium juga lebih kaya dibanding dalam gula pasir. Ini
contoh sederhana product knowledge yang patut diketahui oleh para pelaku
UMKM, khususnya yang memiliki produk berbahan gula aren.
Kita kembali ke topik pelatihan. Terkait product
knowledge ini, ada contoh menarik lain yang bisa menjadi pembelajaran
bersama.
Salah satu peserta pelatihan memiliki produk berupa
keripik ubi ungu. Saat fasilitator pelatihan meminta peserta pemilik produk
membuat SWOT sederhana mengenai produk yang dimiliki, peserta pemilik produk keripik
ubi ungu ini memiliki jawaban (kurang lebih) sebagai berikut: (1) kekuatan
produk: bahan baku mudah diperoleh dan harganya sangat terjangkau. (2)
kelemahan produk: kemasan masih sederhana (3) peluang produk: kembali menggemari
makanan tradisional telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat saat ini,
sedangkan (4) tantangan produk adalah: karena bahan makanan bersifat tradisional,
keripik ubi ungu kurang diminati oleh konsumen berusia muda.
Melihat hasil SWOT tersebut, fasilitator pelatihan
memberi masukan yang menarik. “Mengapa tidak menyandingkan keripik ubi ungu
dengan blueberry?” ungkapnya. Hal ini menarik perhatian peserta yang
lain.
Nah, rupanya kandungan antosianin yang terdapat
pada blueberry juga terdapat pada ubi ungu. Antosianin adalah senyawa yang
memiliki banyak manfaat bagi tubuh kita, sebagai antioksidan, membantu mencegah
terjadinya kanker dan bersifat anti inflamasi. Dengan tambahan product
knowledge seperti ini, pelaku usaha khususnya yang memiliki produk berbahan
baku ubi ungu memiliki tambahan “senjata” saat mempromosikan produk, termasuk
merancang kemasan produk yang digunakan.
Setelah pelatihan, saya pun mencari tahu lebih
lanjut mengenai antosianin ini. Dari beberapa referensi diketahui kandungan antosianin
pada blueberry cukup tinggi yaitu sekitar 487 mg/100 g (Agrison et al,
2024), sedangkan kandungan pada ubi ungu lebih rendah, sekitar 61,85 mg/ 100 g
(Husna, 2013). Tapi keunggulan dari ubi ungu adalah harganya jauh lebih murah
dan lebih mudah ditemukan, seperti pangan lokal yang lain.
Antosianin ini adalah zat yang terkandung dan
memberi warna (pigmen) pada tanaman seperti seperti kol ungu, anggur, terong
ungu dan lain-lain. Dari hasil berselancar di dunia maya, ternyata banyak
sekali manfaat dari antosianin ini, selain manfaat yang sudah disebutkan di
atas, antara lain: mengurangi radang, menurunkan tekanan darah, mengurangi
risiko serangan jantung, mengontrol diabetes tipe-2 dan sejumlah manfaat
lainnya.
Luar biasa bukan, manfaat ubi ungu ini untuk
kesehatan? Sejak tahu fakta-fakta tersebut, saya pun mulai lebih sering membeli
dan konsumsi ubi ungu di rumah, agar tubuh menjadi lebih sehat kemudian
hitung-hitung ikut mengangkat potensi pangan lokal dan membantu petani kita.
Demikian contoh aplikasi product knowledge untuk mempromosikan produk yang dimiliki. Selain meningkatkan nilai produk yang ditawarkan kepada calon pembeli, pemilik produk juga dapat berkontribusi mengedukasi masyarakat. Semoga bermanfaat (PG)
Ilustrasi gambar dari pixabay.com
Pertama kali tayang di kompasiana.com
Post a Comment