Header Ads

Pengalaman Menjadi Juri Lomba Cerpen "Climate Action" di Kompasiana

 


Kurang lebih sebulan yang lalu, saya berkomunikasi dengan Bang Edward Horas (penggagas komunitas pulpen Kompasiana) via aplikasi perpesanan. Saya kembali diminta menjadi juri sayembara cerpen XXX di komunitas Pulpen. Pada bulan-bulan terakhir sebelum tutup buku tahunan seperti saat ini, pekerjaan kantor sedang padat-padatnya, tapi saya tetap menyanggupi setelah rundown waktu kompetisi dan penjurian disetel ke waktu yang paling memungkinkan.

Setelah deal masalah jadwal, tugas pertama adalah menentukan tema dan genre sayembara cerpen ini. Untuk masalah genre, bebas saja, demikian pikiran spontan saya saat itu. Tinggal temanya yang harus ditentukan dengan baik.  

Saya mengecek kembali riwayat sayembara cerpen di Komunitas Pulpen yang terjadi beberapa periode ke belakang. Rasanya masih jarang isu mengenai lingkungan diangkat sebagai tema. Saya pun menawarkan Aksi untuk Iklim (Climate Action) sebagai tema sayembara kali ini. Bang Edward memberi lampu hijau, jadi kami lanjut menyepakati aturan-aturan main lainnya. Beberapa hari kemudian pengumuman Sayembara Cerpen Pulpen XXX pun rilis di akun Instagram Pulpen.

Entah kebetulan atau tidak, saat itu tidak pernah terbersit sedikit pun di dalam pikiran saya kalau selama periode sayembara cerpen dengan tema climate action ini berlangsung, akan terjadi bencana alam dahsyat yang menimpa saudara-saudari kita di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Bagi saya pribadi, tidak ada kebetulan yang “100% kebetulan”. Selalu ada hubungan antara satu peristiwa dengan peristiwa lain di sekitar kita, entah secara langsung atau tidak langung, disadari atau tidak disadari.

Bang Edward pun memberi notice di grup WhatsApp Pulpen beberapa waktu lalu. Tanpa mengurangi rasa empati dan belasungkawa mendalam kepada para korban bencana alam tersebut, mudah-mudahan tema sayembara cerpen kali ini dapat menjadi momentum menyuarakan kembali seruan untuk merawat bumi dan alam sebagai rumah kita bersama.

Climate Change to Climate Action

Seperti kita ketahui bersama climate change merupakan isu global yang akhir-akhir ini semakin menjadi perhatian banyak pihak, terutama setelah Paris Agreement dideklarasikan pada tahun 2015. Diskusi mengenai perubahan iklim sebenarnya mulai intens dilakukan sejak tahun 1980-an, tapi Paris Agreement menjadi tonggak sejarah yang penting dalam kepedulian global terhadap isu perubahan iklim. Forum ini melibatkan lebih banyak negara serta menghasilkan kesepakatan yang lebih berani dan terukur, salah satunya adalah komitmen menjaga kenaikan suhu rata-rata permukaan global di bawah 2 derajat Celcius dari suhu rata-rata di era pra-industri. Dua derajat Celcius ini merupakan tipping point. Di atas suhu tersebut, akan terjadi perubahan lingkungan yang sangat ekstrim (es di antartika mencair seluruhnya, kekeringan, gelombang panas, munculnya jenis penyakit baru, dan lain-lain) yang sukar untuk dipulihkan kembali.

IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) memberikan laporan bahwa suhu permukaan rata-rata global sudah naik sekitar 1,2 derajat Celcius (data Oktober 2024). IPCC juga memperkiraan tanpa aksi yang signifikan, besar kemungkinan 5 tahun mendatang kenaikan suhu rata-rata global dapat melebihi 1,5 derajat Celcius.

Pemicu kenaikan suhu ini adalah efek rumah kaca akibat emisi karbon yang dihasilkan oleh aktivitas manusia pada berbagai sektor kehidupan, ditambah lagi dengan banyaknya kawasan hutan yang sudah beralih fungsi. Kenaikan suhu rata-rata global yang terjadi secara signifikan menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup kita sendiri, jika kita tidak berbuat sesuatu. Selain krisis ekologi, perubahan iklim juga berdampak pada berbagai sektor kehidupan yang lain, misalnya dampak sosial ekonomi karena perebutan sumber daya, terjadinya migrasi besar-besaran, dan lain-lain.

Oleh karena itu, Paris Agreement mendorong pemerintah berbagai negara untuk mengubah orientasi kebijakan pembangunannya menjadi pembangunan dengan konsep ekonomi hijau yang lebih berpihak kepada kelestarian lingkungan. Pengembangan energi terbarukan, pemberlakuan pajak karbon, adalah beberapa contoh implementasi kebijakan pemerintah yang lebih ramah lingkungan.

Semangat peduli lingkungan ini kemudian diteruskan ke dalam komunitas-komunitas sampai ke tingkat akar rumput, dan diharapkan para pemangku kepentingan mengambil peran sesuai kapasitas dan kewenangan masing-masing untuk mengimplementasikannya. Kiat-kiat seperti mengurangi plastik sekali pakai, membawa botol air sendiri, tidak lupa mematikan lampu serta perangkat elektronik saat tidak digunakan, menggalakkan urban farming, adalah contoh aksi-aksi komunitas maupun pribadi yang dilakukan untuk mengurangi jejak karbon. Aksi yang selaras juga dapat dilakukan melalui gerakan menanam pohon, pembuatan biopori, dan lain-lain.

Memang, dampak aksi untuk iklim yang sudah dilakukan tidak bisa terlihat hasilnya secara instan, mengingat perubahan iklim yang terjadi sudah cukup besar dampaknya di depan mata kita. Apalagi kita masih punya PR besar dalam hal menanamkan kepedulian terhadap perubahan iklim kepada masyarakat kita. Tapi sekecil apapun aksi yang dilakukan untuk lingkungan dan bumi, selalu punya nilai yang bisa ditularkan kepada siapa saja di sekitar kita, dimulai dari orang-orang terdekat.

Inilah yang menjadi latar belakang atau pemicu ide tema sayembara cerpen kali ini.

Dinamika Penilaian

Kembali ke lomba cerpen. Membaca cerpen demi cerpen peserta sayembara membuat saya seperti menyelam dalam lautan perspektif para penulis tentang aksi untuk iklim ini. Setiap peserta lomba memiliki pendekatan yang berbeda-beda, sehingga tema ini dikemas dengan begitu kaya.

Rentang setting cerpen dimulai dari hutan dan puncak-puncak pegunungan sampai ke kawasan mangrove di pesisir pantai. Genrenya juga bermacam-macam, mulai dari yang rada thriller, drama, sampai komedi. Jika dianalogikan dengan musik, setiap cerpen pun memiliki ritmenya masing-masing. Ada yang selow, mendayu-dayu, sampai yang bergerak cepat dengan konflik intrapersonal dan interpersonal-nya masing-masing.

Momentum bencana Sumatra juga menginspirasi jalan cerita sejumlah cerpen, baik sebagai sumber ide utama maupun yang benar-benar menjadikannya latar cerita. Kejadian yang sedang aktual ini memang sangat relevan dengan tema sayembara.

Setiap cerpen memiliki pesonanya masing-masing. Ini menjadi tantangan tersediri dalam membuat penilaian lomba. Sebagai juri tunggal, godaan subjektifitas dalam memberi nilai memang tidak bisa dipungkiri selalu terjadi. Oleh karena itu saya selalu meluangkan waktu lebih panjang untuk membaca cerpen demi cerpen yang masuk dalam sayembara, dan berusaha membuat penilaian secara standar. Menghindari sistem SKS alias Sistem Kebut Semalam membuat penilaian bisa dilakukan dengan cermat dan hati-hati. Inilah yang membuat penilaian dilakukan berhari-hari lamanya.

Kemudian agar penilaian lebih standar, saya menggunakan kertas kerja dengan rentang skor dan bobot tertentu yang berlaku sama untuk semua cerpen. Beberapa indikator penilaian yang digunakan misalnya kesesuaian dengan tema, bagaimana penulis mengemas tokoh dalam cerita, bagaimana penulis mengembangkan plot, bagaimana penulisan yang digunakan (ejaan, kesalahan typografi, dan lain-lain). Khusus yang terakhir ini bobotnya tidak terlalu mendominasi penilaian. Saya menyadari masih harus banyak belajar juga untuk urusan yang satu ini. Jadi kalau ada satu atau dua kesalahan, tidak akan membawa pengaruh besar pada total nilai secara keseluruhan. Lain cerita kalau kesalahan penulisan tersebut sudah mulai terasa mengganggu, seperti misalnya kesalahan typografi terdapat hampir di sepanjang cerpen, kemudian sering terjadi kesalahan penulisan dengan menukar posisi kata depan jadi, atau sebaliknya.

Hasil akhirnya, penilaian untuk seluruh karya peserta sayembara (sebanyak 24 cerpen) tidak terpaut terlalu jauh satu dengan yang lain. Bahkan untuk cerpen yang masuk kategori 5 besar, ada dua cerpen yang skornya sama persis. Untungnya bukan yang berada di peringkat 2 dan 3. Kalau itu terjadi, bisa bikin pusing tujuh keliling menentukan pemenangnya.

Pada kesempatan ini saya mengucapkan selamat untuk para pemenang sayembara cerpen Pulpen XXX, kompasianer Kaekaha dan Gahpraja. Bagi peserta sayembara cerpen yang belum jadi jawara atau masuk 5 besar, tidak perlu berkecil hati. Bisa saja cerpen yang ditulis sudah cukup baik, hanya belum mendapat nilai optimal pada sistem skoring yang saya gunakan. Sekali lagi semua cerpen punya pesonanya masing-masing, jadi tetaplah menulis cerpen dan membagikan kebaikan lewat karya-karya kita semua.

Terima kasih untuk semua peserta sayembara yang sudah meluangkan waktu dan upaya untuk menuangkan pemikirannya tentang lingkungan lewat cerpen-cerpen yang luar biasa. Mohon maaf jika penilaian yang saya hasilkan belum berkenan atau memuaskan harapan kita semua. Terima kasih untuk Komunitas Pulpen, untuk Bang Edward Horas yang sudah memberikan kesempatan bagi saya menjadi juri pada sayembara cerpen pulpen kali ini. Mudah-mudahan cerpen yang dihasilkan bisa meninggalkan kesan dan pesan mendalam, khususnya tentang aksi untuk iklim, di hati para pembaca sekalian.(PG)


Ilustrasi gambar diolah dari prompt chatgpt 

Pertama kali tayang di Kompasiana    

No comments

Powered by Blogger.