Header Ads

Coto Makassar, Kuliner Lezat tapi Jadi Musuh Penderita Asam Urat

 


Sejumlah makanan khas Makassar memang karakter yang khas. Cita rasa yang nikmat, memanjakan lidah dan berlemak. Sebut saja Konro, Pallubasa, Sop Saudara dan Coto yang namanya sudah melanglang buana itu. Untuk hidangan Coto sendiri (atau yang biasa lebih dikenal dengan Coto Makassar), bahan utamanya adalah daging sapi, kuah kental dan gurih kaya rempah, serta biasa dihidangkan bersama ketupat.

Sudah terbayang kelezatannya bukan? 

Tapi dibalik kelezatannya, ada bahaya yang membuat para penikmat coto tetap harus waspada. Jangan sampai kebablasan menyantap hidangan yang satu ini terutama untuk anda yang memiliki risiko penyakit asam urat serta kardiovaskular seperti jantung koroner dan stroke. 

Bukan mau nakut-nakutin, tapi sudah banyak cerita tentang orang yang penyakitnya kambuh usai menyantap kuliner yang satu ini. Malah ada yang lagi asyik-asyik makan, tiba-tiba roboh karena hipertensinya kambuh.

Oke, kita kembali ke judul tulisan. 

Sebenarnya melihat komposisi seporsi hidangan coto, sudah cukup jelas alasannya mengapa makanan yang satu ini jadi musuh penderita asam urat. 

Mari kita lihat bahan-bahan apa saja yang digunakan untuk membuat semangkuk hidangan coto yang lezat:

1. Daging sapi (has dalam) biasa dipotong dadu dan jeroan (ini bisa by request misalnya hati, lidah, paru, jantung, limpa, dll)

2. Air kaldu (untuk kuah coto)

3. Kacang tanah tanpa kulit digoreng dan dihaluskan

4. Bumbu-bumbu: lengkuas, daun salam, serai, jahe.

5. Bumbu halus: cabe, bawang putih, kemiri sangrai, ketumbar sangrai, jintan, gula merah secukupnya. 

6. Garam dan penyedap rasa secukupnya.

7. Bahan pelengkap: ketupat, seledri dan daun bawang iris tipis serta bawang merah goreng. 


Nah, bisa dilihat dari bahan-bahan di atas, ada daging sapi, jeroan dan kacang tanah yang merupakan pantangan bagi seorang penderita asam urat. 

Sayangnya, daging sapi memang merupakan komponen utama dalam hidangan coto. Kacang tanah juga adalah ingredient yang dibutuhkan untuk membuat kuah coto lebih kental dan gurih. Jadi tidak bisa disubstitusi dengan ingredient yang lain. Bukan coto lagi namanya kalau kedua bahan tersebut hilang atau diganti.

Masih membekas di ingatan, beberapa tahun lalu kami menjamu seorang kawan dari Kalimantan Barat yang datang untuk kegiatan kantor. Sejak tiba, dia memang sudah minta untuk ditemani makan coto selagi masih di Makassar. 

Setelah kegiatan utama berakhir, kami (saya dan beberapa teman kantor lainnya) pun menemaninya untuk menjajaki Coto Makassar sebagai menu makan malam. Dia terlihat puas dan kami semua makan sampai kenyang.

Setelah makan malam kami berpindah lokasi untuk kongkow-kongkow. Saat itulah saya melihat ekspresi kawan ini berubah. Teman-teman yang lain asyik ngobrol tapi dia lebih banyak diam. Setelah saya mencari tahu apa yang terjadi, barulah si kawan bercerita sepertinya asam uratnya kambuh. Dia pun meminta untuk segera ditemani kembali ke hotel. Benar saja, cara jalannya juga lain, seperti orang pincang. Padahal tadi jalannya normal-normal saja. 

Kami pun jadi panik karenanya. Jadi segera meninggalkan lokasi untuk menuju ke hotel tempat kawan menginap.

Kami minta maaf, karena tidak tahu kalau teman ini ada masalah asam urat. Tapi teman menjawab tidak apa-apa. Dia memang juga salah karena tidak ngomong sebelumnya, lagi pula dia juga sudah membulatkan niat mencicipi Coto Makassar sebelum pulang. Jadi dia punya stok obat buat jaga-jaga, hanya saja tertinggal di kamar. 

Kami pun lega. Apalagi beberapa saat setelah kami mengantarnya kembali ke hotel, dia juga berkabar lewat perpesanan kalau sudah merasa baikan setelah konsumsi obat. Akhirnya, kisah malam itu ditutup dengan happy ending.

Demikian info receh buat pembaca yang belum pernah mencicipi Coto Makassar sama sekali. Makanan ini punya banyak penggemar tapi juga bisa memicu masalah jika tidak waspada. Jika pada suatu waktu anda berkesempatan mencicipinya, harap hati-hati terutama jika punya penyakit asam urat atau penyakit lain yang bisa terpicu dengan bahan-bahan dalam hidangan tersebut. 

Jika tidak memiliki riwayat penyakit tersebut, silakan dinikmati sepuasnya. Saya sendiri jika memesan coto pasti di-pair dengan teh tawar hangat. Selain rasanya memang klop di lidah, teh tawar juga bisa membantu menetralkan kandungan lemak dalam hidangan coto. (PG) 


Ilustrasi gambar dari dokumen pribadi 

Pertama kali tayang di Kompasiana  

No comments

Powered by Blogger.