Header Ads

Nasib Petahana Kalau Debat Memang Begitu



Pasca debat pertama Cagub-Cawagub DKI yang diinisiasi KPU semalam, timeline media sosial jadi ramai, penuh dengan status pendukung ketiga paslon (pasangan calon). Di jagad twitter sendiri, tagar berbau debat seperti #DebatDKI1 #Debat1PilkadaDKI #DebatPilkadaDKIiNews dan tagar-tagar sejenis jadi trending topic selama beberapa jam. Tidak bisa disangkal, walaupun kancah peperangan ketiga paslon di Daerah Khusus Ibukota, genderang perangnya terdengar sampai ke seluruh penjuru tanah air.


Tentu setiap paslon punya kelebihan dan kekurangan dalam adu argumen berdurasi dua jam itu. Tapi andaikata debat semalam adalah sebuah pertandingan sepak bola, menurut saya paslon nomor dua, Ahok-Djarot, memiliki ball possession yang lebih tinggi di banding paslon lainnya.
Tapi pendapat yang lain bisa berbeda. Terbukti dari rilis elektabilitas ketiga paslon pasca debat versi Poltracking menempatkan paslon Agus-Sylvi di tempat paling atas, disusul Ahok-Djarto dan Anies-Sandi di tempat paling buncit.

Kembali ke kancah debat. Rasanya Ahok-Djarot cukup sukses mengeksplorasi kelebihan-kelebihan yang mereka miliki sebagai petahana. Enaknya jadi petahana adalah mereka lebih menguasai kancah peperangan melawan masalah-masalah yang membelit ibukota. Topografi medan perang, jenis-jenis musuh yang dihadapi sampai senjata yang digunakan dipahami dengan baik. Strategi perang mereka lebih komprehensif mulai dari konsep sampai tataran teknis praktis di lapangan.  

Ini terlihat dari statement mereka yang cukup konkret disertai dengan angka-angka dan indikator. Lihatlah, dengan enteng Ahok mampu menyebut harga daging yang sudah disubsidi dan besarnya bantuan pendidikan untuk warga yang masuk PTN.  Indikator kinerja seperti IPM juga dapat disebut dengan mudah.

Progress positif kinerja mereka sebelumnya atau reward yang diperoleh pun bisa diangkat jadi kekuatan untuk mengungguli paslon-paslon yang lain. Misalnya progress penanggulangan banjir dan penghargaan dari pihak ketiga yang pernah diberikan kepada Pemprov DKI.

Tentu masih ada juga program kerja yang belum berhasil atau tidak berjalan dengan baik di lapangan. Contoh kasus penggusuran di Bukit Duri baru-baru ini yang selalu jadi sasaran tembak paslon lain. Salah-salah, kinerja yang belum tentu buruk pun bisa dijadikan bahan framing untuk menjatuhkan elektabilitas mereka. Seperti misalnya penggusuran disandingkan dengan penutupan Alexis sebagai contoh penegakkan hukum yang lebih tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Nah, ini dia tidak enaknya menjadi petahana.

Jadi, adu program sebagai petahana itu ada enaknya dan ada tidak enaknya.

Sayangnya tidak banyak gebrakan program kerja dari paslon 1 dan 3. Yang mereka tawarkan sebenarnya tidak jauh-jauh amat dari pekerjaan pemerintahan yang sedang berjalan. Kalaupun ada (istilah) yang baru, paling program Urban Renewal yang dilontarkan Anies Baswedan. Itu pun baru dengar karena saya memang orang awam dalam ilmu tata kota. Tapi tadi malam belum cukup konkret juga akan seperti apa bentuknya Urban Renewal ini.


Dari debat pertama malam tadi, warga DKI jadi punya bayangan bakalan seperti apa kinerja ketiga paslon ke depan membangun DKI dari aspek sosial ekonomi jika diberi amanah. Untuk pemilih nomor dua mestinya sudah tidak perlu membayangkan terlalu keras. Sepak terjang petahana sudah jelas, dan program kerja yang mereka sampaikan adalah tindak lanjut dari yang sudah dilakukan selama ini. (PG) 

----

pertama kali ditayangkan di kompasiana.com
ilustrasi gambar dari: lustrasi gambar : http://www.portaldieng.com

2 comments:

Powered by Blogger.