Babak Baru Ekspor Benih Lobster Indonesia
Kicauan mantan menteri KKP, Susi Pudjiastuti tentang langkah terbaru dari kementerian menetapkan eksportir benih lobster membuat saya penasaran. Akhirnya malam ini saya pun berselancar di beberapa portal berita untuk mencari informasi tambahan mengenai kabar tersebut.
Rupanya mengantongi
izin menjadi eksportir tidak serta merta membuat perusahaan bisa secepatnya
mengekspor benih lobster tersebut. Ada syarat dan ketentuan yang berlaku,
seperti misalnya eksportir telah melakukan kegiatan pembudidayaan yang
dibuktikan dengan sudah melakukan panen berkelanjutan dan melepas paling tidak
2% lobster hasil budidaya ke alam (restocking)untuk menjaga kesinambungan ketersediaan
benih lobster.
Syarat lain, kuota dan
alokasi penangkapan benih lobster harus merujuk kepada hasil kajian dan
rekomendasi Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas KAJISKAN).
Dua syarat ini, dan
syarat-syarat lainnya tertuang dalam Peraturan Menteri KKP nomor
12/Permen-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan. Peraturan
terbaru ini merevisi permen sebelumnya bernomor 56/Permen-KP/2016 tentang
Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting dan Rajungan dari Indonesia.
Jika mengacu pada
syarat yang tertuang dalam permen nomor 12 tahun 2020 tersebut, mestinya
kegiatan ekspor benih lobster baru bisa dilakukan paling tidak 16-20 bulan
mendatang setelah perusahaan eksportir melakukan minimal dua kali panen.
Peneliti Destructive Fishing Watch (DFW)
Indonesia, Muhammad Arifudin mengatakan rekomendasi yang diberikan kepada
perusahaan yang boleh melakukan kegiatan ekspor benih lobster harus benar-benar
selektif dan mengikuti syarat dan ketentuan yang berlaku. Ia juga menekankan
peran Komnas KAJISKAN yang sangat vital dan pentingnya mendalami kajian mereka
sebelum membuka pintu ekspor lebar-lebar demi menjaga kesinambungan budidaya
lobster di tanah air.
“Komnas KAJISKAN mesti
diaktifkan agar segera bersidang menentukan kuota dan alokasi penangkapan benih
lobster sebagai dasar menentukan berapa banyak benih yang bisa diekspor saat
ini,” ucap Arifudin sebagaimana dikutip dari portal antara.com.
Babak baru ekspor
benih lobster ini lumayan bikin deg-degan.
Segala keputusan
strategis tentang pengelolaan hasil alam tidak bisa langsung dirasakan
dampaknya saat itu juga. Hasilnya biasa baru terasa bertahun-tahun kemudian.
Masih ingat resistensi
sebagian orang saat Bu Susi menjalankan kebijakan penenggelaman kapal maling
ikan pada awal-awal menjadi menteri KKP? Hasil dari aksi ini memang tidak
langsung nampak saat itu juga, melainkan beberapa tahun setelahnya.
Apa yang terjadi? Hasil
tangkapan nelayan meningkat, nelayan tidak perlu melaut ke laut dalam lagi
untuk menangkap ikan-ikan tertentu, tingkat pencurian ikan menurun dan dampak
lainnya.
Demikian pula dengan
kebijakan dibukanya keran ekspor benih lobster ini. Memang menteri KKP, Edhi Prabowo
berkali-kali menekankan pihaknya telah mengambil keputusan ini dengan sangat
hati-hati. Pihak KKP juga telah melakukan kajian dan perhitungan-perhitungan yang
matang sebelumnya, termasuk untuk menolong sebagian nelayan yang kehilangan
pendapatan saat permen no.56 tahun 2016 diberlakukan.
Ini masalah perspektif
saja, sebenarnya.
Bukan bermaksud
pesimis, tapi kita ketahui bersama sistem pengawasan dalam birokrasi kita saat
ini masih butuh pembenahan di sana-sini. Sedangkan jika mengacu pada permen
terbaru, perusahaan-perusahaan yang nantinya memperoleh “priviledge” mengekspor
benih lobster harus mendapat pengawasan yang ketat dan standar. Kabarnya sudah
ada 9 badan usaha yang mengantongi izin ekspor
tersebut. Apakah nantinya KKP dapat memainkan perannya secara maksimal
sebagai regulator dan pengawas di lapangan terhadap sejumlah badan usaha ini? Only God knows.
Ekspor benih lobster menunjukkan
kita memiliki kencenderungan lebih suka menjadi bangsa pedagang ketimbang
bangsa penghasil.
Baiklah, saat ini di
lapangan terjadi ketimpangan antara kuota tangkapan benih bening dan keramba jaring
apung yang tersedia untuk budidaya. Keramba yang tersedia masih jauh di bawah
kuota penangkapan benih. Jadi memang mungkin ekspor menjadi salah satu
alternatif untuk menyelesaikan masalah jangka pendek.
Tapi jika tidak ada
stimulus untuk mengembangkan budidaya di tanah air, para pebisnis tentu lebih senang
memilih jalur ekspor. Lebih praktis dan uangnya lebih cepat, apalagi sekarang
pemerintah telah memberi lampu hijau. Vietnam pun tetap menang banyak.
Mudah-mudahan kebijakan
ekspor benih lobster ini terus menerus dikaji dan dikawal dengan ketat oleh pemerintah
khususnya KKP. Kita tetap menaruh harapan yang besar, KKP mampu men-drive sektor maritim menjadi sektor andalan
di masa depan. (PG)
Aktual 8-)
ReplyDelete