Saat Harga Balas Dendam kepada Penimbun Masker
ilustrasi gambar dari kompas.com/Rindi Nuris V. |
Pepatah
mengatakan balas dendam lebih kejam daripada perbuatan. Kebenaran pepatah
tersebut relatif. Tapi sepertinya saat ini pepatah tersebut sedang menimpa
orang-orang yang terlanjur menimbun masker dalam jumlah besar.
Di linimasa tadi saya melihat beberapa status yang menarik tentang
kerugian para penimbun masker yang sampai hari ini ternyata masih punya banyak
stok. Saat menimbun stok harganya masih murah atau sudah merangkak naik dan
ingin menjualnya dengan harga selangit.
Ternyata tren harga masker selangit tidak bertahan lama, paling sebulan
lebih sedikit. Mulai pertengahan april kemarin harga sudah bergerak normal
kembali. Saat ini harga masker termasuk hand
sanitizer sudah normal kembali. Di toko-toko daring, per dos masker sudah
dihargai 40 ribu – 70 ribuan saja seperti harga normalnya. Di minimarket,
masker yang dijual eceren juga sudah mudah ditemukan kembali, berbeda dengan
keadaan saat masker sedang langka-langkanya.
Ya mungkin penimbun awal-awal berhasil menangguk untung besar. Saat
Covid-19 baru merebak dan masyarakat mau tidak mau membeli masker dengan maksud
untuk membentengi diri, sejumlah pedagang dan spekulan malah memanfaatkannya
dengan mematok harga selangit.
Masker yang harga normalnya paling mahal 50 ribu per dos, saat harga
gila-gilaan bisa sampai 400 bahkan 500 ribu per dos. Bayangkan keuntungan yang mereka
peroleh dalam waktu singkat. Karena saat itu masker juga jadi barang langka,
disinyalir masih ada yang terus membeli dalam jumlah besar dan ingin
memanfaatkan momentum.
Tapi saat ini mimpi para spekulan menangguk untung besar dari margin
harga masker selangit terpaksa harus dikubur dalam-dalam. Bukannya untung,
malah rugi besar karena harga berbalik dengan drastis. Beberapa cuitan di
twitter mengatakan ada yang malah sampai rugi miliaran rupiah. Luar biasa!
Ada hal yang sepertinya luput dari perhitungan para spekulan ini. Masker
seperti halnya juga hand sanitizer
adalah barang yang bisa disubstitusi. Selain itu, pergerakan harga ini juga
imbas dari mekanisme pasar. Jika barang yang ingin dibeli langka dan mahal,
orang akan cenderung mencari barang penggganti yang lebih mudah diperoleh dan
murah, walaupun kualitasnya lebih di bawah.
Tidak bisa membeli masker standar, ya beli masker kain. Bahkan bisa
dibuat sendiri di rumah. Walaupun perlindungannya tidak seperti masker standar,
sudah lumayan untuk membantu membentengi diri. Untuk pihak nakes, pemerintah
pun juga sudah mengantisipasi dengan menggenjot produksi masker secara massal.
Begitu pula dengan hand sanitizer
saat mengalami kelangkaan. Ternyata bisa dibuat sendiri, cukup membeli bahan
baku dan meraciknya sendiri.
Ini yang kurang diperhitungkan para penimbun masker, sehingga saat harga
mulai bergerak turun mereka pun kelimpungan. Akhirnya ada yang membuat promo
macam-macam biar stok segera laku. Kalaupun rugi, ya tidak rugi-rugi amat.
Mungkin seperti inilah karma berlaku. Mereka yang ingin mendapat untung banyak di tengah penderitaan orang lain, kini berbalik kesusahan kerugian besar sudah mengancam di depan mata. Mudah-mudahan bisa jadi pelajaran berharga untuk kita sekalian.(PG)
Oke terima kasih :)
ReplyDelete