Mengapa Koperasi Bukan Sasaran Relaksasi Kredit OJK?
ilustrasi: Kantor Kementerian Koperasi dan UKM| Sumber: KONTAN/Daniel Prabowocom |
Ada beberapa perbedaan pada tata kelola keuangan lembaga perbankan atau lembaga pembiayaan dan koperasi (khususnya koperasi simpan pinjam). Salah satu perbedaan tersebut adalah sumber permodalan. Pada lembaga keuangan seperti bank dan pembiayaan, modal berasal dari pemegang saham (baik perorangan maupun korporasi) dan investor. Para pemilik modal ini bukanlah nasabah atau pengguna jasa lembaga keuangan tersebut. Jika kebetulan mereka juga adalah pengguna jasa, hal tersebut adalah kepentingan pribadi, tanpa ada konsekuensinya pada organisasi lembaga keuangan tersebut.
Ini berbeda dengan koperasi yang sumber permodalannya berasal dari
anggota melalui simpanan pokok dan simpanan wajib serta jenis-jenis simpanan
lainnya yang dimiliki oleh koperasi. Selain sebagai pemilik modal, anggota juga
sekaligus adalah nasabah atau pengguna jasa. Koperasi mengelola permodalan di
antara anggotanya sendiri melalui simpanan dan pinjaman.
Koperasi Dari,
Oleh dan Untuk Anggota
Perbedaan sumber modal ini membawa konsekuensi yang besar bagi
implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah di sektor keuangan, termasuk
program relaksasi kredit yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan.
Debitur perbankan atau lembaga pembiayaan murni berperan sebagai
nasabah. Pemerintah melalui OJK mengeluarkan peraturan untuk menjadi panduan
bagi kreditur dalam menjalankan program relaksasi kredit tersebut agar tidak
banyak terjadi deviasi eksekusi kebijakan di lapangan. Imbasnya pada neraca dan
laba rugi perusahaan menjadi urusan para pemilik modal.
Selain itu, lembaga-lembaga keuangan yang diawasi OJK ini pada umumnya
sudah memiliki dana cadangan yang memadai sehingga tingkat resiliensinya lebih
baik.
Berbeda dengan koperasi yang sumber modalnya dari anggota sendiri dan
berada di bawah pengawasan Kementerian Koperasi dan UMKM. Sesuai prinsip
Koperasi, modal diperoleh dari anggota, dikelola oleh anggota dalam bentuk
usaha simpan pinjam (atau usaha lainnya) dan benefit dari pengelolaan modal tersebut
kembali kepada anggota.
Maju mundurnya sebuah koperasi selain dipengaruhi oleh kompetensi
pengurus dan pengelola juga sangat ditentukan oleh keaktifan dan kontribusi anggota-anggotanya.
Jika pembayaran pinjaman anggota koperasi terganggu, maka likuiditas koperasi
juga terganggu. Hal ini dapat membuat operasional koperasi tidak berjalan dengan
maksimal, bahkan pada situasi yang parah koperasi dapat mengalami kerugian. Nah,
jika koperasi merugi, yang dirugikan adalah anggota-anggota koperasi sendiri
sebagai pemilik usaha.
Masih ada anggota koperasi yang kurang memahami prinsip koperasi
tersebut, sehingga menganggap perlakuan relaksasi kredit terhadap lembaga
keuangan seperti perbankan serta merta juga akan diberlakukan pada koperasi.
Prinsip ini ditegaskan kembali dalam surat edaran Menteri Koperasi dan
UMKM No. 158/SM/IV/2020 kepada para pemerintah daerah bagaimana menyikapi
pengaruh pandemi pada gerakan koperasi di daerah masing-masing.
Jadi sekarang
pertanyaannya adalah bagaimana dengan anggota koperasi yang benar-benar
terdampak pandemi?
Solusi untuk Anggota
Koperasi Terdampak Pandemi
Covid-19 membuat perputaran roda ekonomi melambat. Banyak sektor usaha
yang terpukul sejak kebijakan social
distancing dan physical distancing
diberlakukan.
Sejumlah anggota Credit Union kami terutama para pedagang kecil dan
karyawan swasta juga mengalami dampaknya. Beberapa orang dari mereka sudah menanyakan
implementasi kebijakan relaksasi dari pemerintah tersebut untuk koperasi.
Pendekatan awal yang dilakukan adalah memberi penjelasan kepada anggota
mengenai prinsip-prinsip tata kelola koperasi. Manajemen kemudian meminta
anggota yang terdampak untuk membuat surat permohonan kepada Credit Union
dengan melampirkan dokumen pelengkap yang dibutuhkan. Setelah verifikasi, manajemen
mencari solusi paling relevan untuk mengurangi beban pembayaran pinjaman
anggota sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan profil simpanan pinjaman
anggota.
Langkah yang dapat diambil adalah melakukan reschedulling pinjaman sehingga beban pembayaran pinjaman anggota
berkurang, atau kompensasi pembayaran pinjaman dari simpanan anggota yang
bersangkutan sesuai AD-ART dan ketentuan koperasi yang berlaku.
Hal ini sudah sejalan dengan materi surat edaran Menteri Koperasi dan
UMKM No. 158/SM/IV/2020. Jika ada anggota yang melakukan permintaan penangguhan
pembayaran cicilan pinjaman, maka analisisnya dilihat case by case dan diselesaikan secara internal terkait dengan
peraturan yang berlaku dalam koperasi.
Jika koperasi belum memiliki perangkat peraturan yang mendukung,
pengurus diperbolehkan merumuskan dan menjalankan peraturan pendukung program
relaksasi yang paling sesuai bagi anggota serta mempertanggungjawabkannya pada
RAT tahun buku berjalan. Dalam hal koperasi kekurangan likuiditas karena dampak
gagal bayar yang sangat besar dari anggota, koperasi dapat mengajukan pinjaman
likuiditas dari lembaga pengelolaan dana bergulir (LPDB-KUMKM) dengan mediasi
dinas koperasi setempat.
Secara garis besar, mirip dengan program relaksasi kredit yang
dikeluarkan oleh OJK. Perbedaannya OJK mengeluarkan peraturan untuk
dilaksanakan lembaga-lembaga keuangan terkait di seluruh wilayah hukum RI,
sedangkan penyelesaikan masalah kredit untuk anggota koperasi dikembalikan
kepada mekanisme di koperasi masing-masing.
Dengan demikian diperoleh win win solution antara anggota dan koperasinya. Anggota mendapat keringanan pembayaran di masa-masa sulit dan koperasi sebagai usaha milik bersama tetap berjalan dengan baik. (PG)
Post a Comment