6 Kebiasaan yang Harus Dihindari Pembicara Publik
Keterampilan public speaking semakin menjadi keterampilan yang dibutuhkan di tengah-tengah masyarakat. Kini semua orang bisa punya kesempatan untuk tampil berbicara di depan khalayak. Bukan saja dalam situasi formal seperti memberi briefing di kantor, misalnya, tapi juga dalam situasi non formal, misalnya kita diminta berbicara di salah satu sesi rapat RT, menjadi MC acara ulang tahun keponakan dan seterusnya.
Jadi keterampilan ini mestinya diketahui oleh lebih banyak orang. Bukan saja
mereka yang profesinya memang memang menjadi pembicara publik seperti dosen,
motivator, trainer dan lain-lain.
Referensi mengenai public speaking pun bisa ditemukan dengan
mudah di dunia maya saat ini. Kita hanya perlu tekun memilah-milah informasi
untuk mencari topik tentang public speaking yang paling kita butuhkan. Nah,
lewat artikel ini saya ingin membagikan kebiasaan-kebiasaan kecil yang harus
kita perhatikan saat berbicara di depan umum, terutama jika kegiatan
dilangsungkan secara luring.
Ada beberapa kebiasaan negatif yang kadang dilakukan pembicara publik.
Bisa jadi dilakukan tanpa sengaja atau bisa juga karena manifestasi rasa gugup
yang melanda. Tanpa disadari kebiasaan-kebiasaan tersebut dapat mengganggu
fokus audiens, sehingga presentasi atau pesan yang kita sampaikan tidak efektif
diterima oleh audiens.
1. Menerima Telepon atau Membalas
Pesan di Depan Audiens
Mestinya ini memang tidak boleh terjadi karena kurang etis dan pembicara
bisa diangggap mengabaikan audiens. Saya sendiri sebelum tampil membawakan
materi pelatihan, selalu memastikan HP berada pada mode silent agar
tidak mengganggu fokus saat melakukan presentasi. Segala notifikasi yang masuk
baru dicek kembali pada saat break atau istirahat berlangsung.
Kalaupun sedang menunggu telepon penting, sebaiknya kita meminta izin
pada audiens sebelum menerima panggilan tersebut lalu menerima panggilan (atau
membalas pesan) di luar ruangan kegiatan, bukan di depan audiens.
2. Gerakan Tangan yang Tidak pada Tempatnya
Gerakan tangan yang dimaksud seperti misalnya stretching,
merapikan rambut terus menerus, memasukkan tangan ke saku celana, memegang
ujung meja/kursi terus menerus, memainkan spidol atau alat bantu lainnya,
berpangku tangan, berkacak pinggang dan sebagainya. Bisa jadi ini respon yang
dilakukan untuk menghindari kegugupan. Tapi gerakan tangan yang tidak pada
tempatnya ini terutama yang dilakukan terus menerus dapat mengganggu
konsentrasi audiens.
Gerakan tangan yang tidak pada tempatnya bisa jadi juga menimbulkan
kesan negatif di mata audiens. Berpangku tangan, misalnya, secara body
language bisa diartikan sebagai resistensi atau pembicara cenderung menutup
diri dari audiens. Kemudian berkacak pinggang menimbulkan kesan superior atau menggurui.
3. Berbicara terlalu Cepat atau Terlalu Lambat
Ada beberapa pendekatan yang berbeda saat membawakan materi dan bercakap-cakap
biasa dengan orang lain. Salah satunya adalah mengatur kecepatan berbicara agar
semua orang bisa mengikuti pembahasan kita dengan baik. Berbicara terlalu cepat
membuat mereka kesulitan mengikutinya, tapi berbicara terlalu lambat juga dapat
membuat audiens jenuh atau mengantuk. Tentu sesekali memainkan dinamika kecepatan
berbicara diperbolehkan. Misalnya untuk memberi penekanan atau penegasan pada point
tertentu dari penjelasan, kita dapat menurukan kecepatan berbicara. Tapi di
luar itu, harus hati-hati menjaga kecepatan berbicara kita.
4. Menghindari Eye Contact
Dahulu ada nasihat seperti ini, jika pembicara gugup, tidak perlu
melihat langsung ke mata audiens. Cukup menjatuhkan titik pandang sekitar 5 cm
atau 10 cm di atas mata audiens.
Tapi seiring waktu, saya menyadari nasihat ini bisa membuat presentasi
jadi kurang efektif, apalagi jika audiens tidak terlalu banyak atau jarak
antara pembicara dan audiens cukup rapat sehingga mereka bisa menangkap dengan
jelas arah pandang dan bahasa tubuh pembicara. Justru sebaiknya kita harus
berani menatap langsung ke mata para audiens secara merata. Ini membuat audiens
benar-benar merasa tersapa sehingga akan berusaha menangkap pesan yang kita
sampaikan.
Jika menghindari eye contact atau pandangan kita lebih sering tertuju
ke objek yang lain, audiens akan merasa diabaikan sehingga lama kelamaan mereka
tidak akan menyimak penjelasan kita dengan serius.
5. Tertawa Tidak pada Tempatnya
Senyum atau tawa memang dapat membantu kita mengurangi ketegangan saat
tampil di depan umum. Tapi hati-hati jika kita tertawa bukan pada tempatnya,
seperti saat menyampaikan topik yang serius, atau bahkan keseringan tertawa. Hal
ini juga dapat mengganggu fokus audiens atau audiens menganggap kita kurang
serius saat menyampaikan materi.
6. Kebanyakan Filler Words
Filler words adalah kata-kata yang digunakan
untuk mengisi jeda antara frase saat penjelasan berlangsung. Seperti misalnya
“ya”, “eng…”, “ng…”, “Mm…”, “Ng…” atau bisa juga kata sambung yang digunakan
terus-menerus sepanjang penjelasan, seperti “terus …” atau “lalu …” dan
seterusnya.
Jika diucapkan sesekali, mungkin tidak akan terlalu mengganggu. Tapi
jika diucapkan keseringan, misalnya dalam satu kalimat saja ada tiga atau empat
filler words, hal ini bisa menggangu fokus audiens. Mereka akan
menangkap kesan kita sebagai pembicara ragu-ragu, gugup atau kurang menguasai
topik yang disampaikan.
Nah, demikianlah beberapa kebiasaan yang harus dihindari saat menjadi
pembicara publik. Menghilangkan kebiasan tersebut pada awalnya memang bukan hal
yang mudah untuk dilakukan, terutama saat kita diserang rasa gugup. Jika itu
terjadi biasanya pengendalian terhadap diri sendiri semakin sulit dilakukan.
Tapi seiring jam terbang yang bertambah, kita pun semakin nyaman tampil di
depan publik dan semakin mawas diri sehingga mampu mengurangi
kebiasaan-kebiasaan tersebut.
Beberapa diantaranya juga dapat diminimalkan dengan persiapan yang lebih
baik. Dengan persiapan alur penjelasan yang baik, misalnya, kita dapat
mengurangi filler words saat tampil berbicara di depan umum. Saya
sendiri cenderung lebih mudah gugup saat membawakan topik yang belum dikuasai
sepenuhnya dibanding topik yang sudah dipersiapkan dengan baik.
Semoga bermanfaat. (PG)
Ilustrasi gambar: pixabay.com
Pertama kali tayang di Kompasiana
Post a Comment