Header Ads

Gubernur Versus Manajer Musik


Pada dasarnya fungsi dasar kepemimpinan bertumpu pada empat hal ini: Merencanakan, Mengorganisir, Mengarahkan dan Mengendalikan (yang biasa satu paket dan Mengevaluasi). Para pemimpin dari bidang kerja manapun entah dia seorang CEO, pimpinan yayasan, politisi, pimpinan partai, kepala sekolah, pimpinan proyek sampai pejabat publik tidak bisa memisahkan diri dari fungsi-fungsi tersebut.

Pada saat mengurai kepemimpinan berdasarkan ranah kepemimpinannya masing-masing, barulah fungsi dasar ini baru terimplementasi pada fungsi-fungsi turunannya. Misalnya mekanisme seorang CEO perusahaan perangkat elektronik merencanakan kinerja perusahaannya tentu  berbeda dengan perencanaan seorang pimpinan partai. CEO akan menganalisa pasar, sumber daya dan kinerja masa lalu untuk mencanangkan target-target penjualan. Sedangkan pemimpin partai akan menggunakan branding politik dan elektabilitas untuk menargetkan peroleh suara konstituen.


Hari-hari terakhir ini jagat maya ramai oleh pemberitaan mengenai rencana pencalonan Ahmad Dhani, seorang musisi senior untuk menjadi bakal calon Gubernur DKI. Sejauh saya amati sebagian besar netizen merespon negatif pemberitaan tersebut.

Tangan Dingin Dhani
Tidak diragukan lagi, untuk urusan musik, Ahmad Dani-lah expert-nya. Mulai dari membangun karir sebagai musisi biasa-biasa sampai sukses menjadi salah satu icon musik tanah air, Dhani telah membuktikan kepiawaiannya. Tak puas hanya menjadi “pekerja”, Dhani pun merambah dunia entrepreneur dengan mendirikan dan menahkodai perusahaan Republik Cinta Management. Sekali lagi, tangan dingin Dhani sukses menghantar musisi-musisi muda kita membangun karirnya. The Virgin, Mahadewi dan Mulan Jameela adalah beberapa contoh artis-artis papan atas besutan Republik Cinta Management.
Ini adalah salah satu model kepemimpinan yang sukses. Namun dari dunia entertaintment merambah dunia kepemimpinan publik adalah sebuah crossover yang drastis. Sekalipun seperti yang sudah saya bahas di awal tulisan, ada persamaan fungsi dari pemimpin pada “genre” manapun, namun begitu masuk pada tataran praktis ada sejumlah perbedaan yang tidak bisa dianggap sepele.

Gubernur Versus Manajer Musik
Perusahaan manajemen artis seperti kebanyakan perusahaan profit oriented lainnya, mengacu kepada pasar dan segala dinamikanya. Pemimpin harus mampu mengarahkan perusahaan membidik segmen pasar yang tepat, menganalisa kompetitor, menganalisa harga dan biaya serta mengelola sumber daya secara efisien. Tujuannya adalah pendapatan, yang dikemas dengan berbagai nilai untuk meraup konsumen. Arah perusahaan juga dipengaruhi oleh shareholder-nya. Seringkali perusahaan harus merelakan ideologinya ditaklukkan oleh kemauan para pemegang saham.

Sedangkan ranah kepemimpinan pejabat publik seperti gubernur lain lagi. Gubernur memimpin masyarakat. Orientasinya adalah peningkatan kualitas hidup masyarakat yang dipimpinnnya. Mekanisme kerjanya menjadi jauh lebih kompleks, sekompleks masyarakat itu sendiri. Masyarakat adalah campuran dari berbagai budaya, suku, agama, aneka kebutuhan, kepentingan, tingkat pendidikan, tabiat dan variabel lainnya. Keputusan yang baik bagi salah satu segmen masyarakat belum tentu demikian bagi segmen masyarakat yang lain.

Jika kegiatan perusahaan bertujuan mendapatkan keuntungan, pejabat publik harus mengabdikan kepemimpinannya pada kemajuan masyarakat.  Bukannya mencari keuntungan, sang pejabat malah harus siap dan rela berkorban demi masyarakat yang dipimpinnya.
Dalam mengambil keputusan gubernur harus patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dia tidak bisa serta merta menjalankan visi serta pemikiran pribadinya. Berbeda dengan memimpin sebuah entitas bisnis.

Selain itu, jika pemimpin perusahaan adalah jabatan manajerial, gubernur adalah jabatan manajerial sekaligus jabatan politis. Oleh karena itu, kita lihat belakangan ini parpol mulai melakukan manuver-manuver untuk memajukan jagonya masing-masing. Tentu ada kepentingan partai dibalik setiap deal-deal politik yang terjadi.

Tidak banyak pejabat publik yang pandai mengatur irama kerja antara dua kutub jabatan tersebut. Antara fungsi manajerial yang mestinya profesional dan jabatannya sebagai simbol-simbol politik. Kita masih ingat Presiden Jokowi juga pada awal pemerintahannya nampak agak sukar keluar dari bayang-bayang PDI-P. Seorang Ahok bahkan sampai meninggalkan parpol yang telah ikut membesarkan namanya karena tidak sesuai lagi dengan idealismenya sebagai seorang pemimpin masyarakat.

Ini yang diulas baru aspek manajerialnya saja, belum aspek lain-lain yang seringkali saling mempengaruhi satu sama lain.Oleh karena itu Dhani mesti banyak belajar jika memang berniat tulus maju menjadi pemimpin publik apalagi kancahnya tidak main-main, Daerah Khusus Ibukota. (PG) 


___________________________

first published on kompasiana.com

Ilustrasi gambar dari kompas.com/Alsadad Rudi

No comments

Powered by Blogger.