Jadi Penengah Kawan yang Berkonflik
Saat dua kawan dekat berantem, marahan atau terlibat konflik, kita yang berada di tengah-tengah alias netral kadang ikut merasakan batunya juga. Saat berkomunikasi dengan kawan yang satu, kawan yang lain ikut marah kepada kita. Begitu memberi penjelasan kepada kawan tersebut, kawan yang satu lagi jadi negative thinking. Salah-salah ambil sikap, kita jadi bisa dibenci oleh kedua pihak.
Apalagi orang dewasa
jika bermusuhan, durasinya biasa agak panjang dan masalah yang kecil mungil
bisa jadi menyerempet kemana-mana. Berbeda dengan anak kecil yang recovery-nya bisa lebih cepat. Hari ini
berantem, paling besok sudah main sama-sama lagi. Biasa justru bapak-bapaknya
yang masih menyimpan dendam satu sama lain.
Makanya jika ada dua kawan kantor yang sedang berkonflik,
saya biasa memilih untuk tidak keburu campur tangan. Lebih baik sedikit pasif, siapa
tahu angin kencang bisa reda sendirinya. Maksudnya mereka bisa menyelesaikan
konfliknya mereka sendiri tanpa perlu campur tangan orang lain.
Apalagi konflik yang terjadi di kantor lebih sering terjadi
karena masalah pekerjaaan, bukan masalah pribadi. Jadi menyelesaikannya
sebenarnya relatif mudah. Buka jobdes
atau aturan lainnya lalu lihat siapa yang andil kesalahannya lebih besar. Walaupun
memang kadang konflik ini bisa berbuntut pada urusan lain yang semula tidak ada
sangkut pautnya. Tapi selama masing-masing dituntut untuk bersikap profesional ini,
masalah relatif bisa ditemukan penyelesaiannya.
Bagi pembaca sekalian yang berada di posisi tengah ada
beberapa “jangan” yang harus dipatuhi agar kita tidak membuat konflik
kawan-kawan kita semakin berlarut-larut. Apalagi jika kita memang memiliki niat
mendamaikan mereka mereka kembali.
1. Jangan memperkeruh suasana. Saat
salah satu kawan curhat, lalu pembicaraan mulai mengarah kepada kejelekan-kejelakan kawan yang lain,
kita jangan ikut memanas-manasi. Dengarlah dan berikan tanggapan seperlunya dan
seobjektif mungkin. Kita jangan malah mengungkit-ungkit kesalahan-kesalahan
yang terjadi pada masa lalu. Jangan sampai kawan yang sedang berbicara dengan
kita, mendapat kesan kita berada di pihaknya. Jika memang kawan yang sedang
dibicarakan memiliki kesalahan, tetap fokus pada kesalahan tersebut agar obrolan
tidak melebar kemana-mana. Sebagai penengah, kita juga punya tugas menjadi
penyeimbang dengan mengungkapkan kelebihan-kelebihan kawan lain tersebut. Biar
kawan kita memiliki sudut pandang yang lebih lebar menyikapi konflik tersebut.
2. Jangan Berat Sebelah. Ada
ajaran klasik orang tua kita dulu, tapi sebenarnya cukup ampuh digunakan untuk
mengurai konflik bahkan pada zaman manajemen modern seperti sekarang ini. Jika
ada dua anak berkelahi, kedua-duanya harus dihukum, karena pasti keduanya punya
andil kesalahan. Setelah itu baru setiap anak diberi nasehat apa yang menjadi
kesalahannya dan apa yang harus dilakukannya. Lalu keduanya diminta untuk
berbaikan kembali. Begitu pula saat dua kawan kita berkonflik, pasti keduanya
punya kebenaran dan kesalahan masing-masing. Tugas kita yang berada di tengah,
memberi penjelasan yang jernih mengenai hal tersebut.
3. Jangan dibiarkan lama-lama. Konflik
yang dibiarkan berkepanjangan tidak hanya membawa dampak negatif pada
orang-orang yang sedang berkonflik, tetapi juga bisa mempengaruhi orang-orang
disekitarnya. Suasana tempat kerja menjadi kurang kondusif, saat berkata-kata
atau bertindak kita harus hati-hati agar tidak menyinggung perasaan salah satu
pihak, jadi kurang nyaman berelasi dengan orang lain dan lain sebagainya. Jadi
jika kita merasa pertengkaran kawan-kawan sudah mulai “mengganggu kenyamanan”,
sebaiknya segera mengambil tindakan. Berusahalah mendamaikan dengan memberikan
pencerahan seobjektif mungkin. Jika tidak mampu seorang diri, ajak beberapa
kawan lainnya untuk membantu. Jika penyelesaian belum ditemukan juga, segera
sampaikan permasalahan tersebut pada atasan agar atasan mencari solusi untuk
menyelesaikan masalah kawan-kawan kita.
---
Ilustrasi gambar dari pixabay.com
Post a Comment