Ahok dan Warga DKI seperti CEO dan Direksi Perusahaan
Menarik menyimak tanggapan Ahok terhadap statement yang dikeluarkan Bawaslu DKI
agar kedua Paslon Pilgub DKI mesti menahan diri untuk tidak berkampanye dulu.
Ahok mengatakan tidak terlalu memikirkan kampanye lagi. Lebih baik bekerja
mengurusi disposisi yang begitu banyak usai cuti kampanye Pilgub putaran
pertama baru-baru ini.
"Saya nggak tahu. Sekarang kalau kampanye bagaimana?
Saya juga nggak pernah nyuruh orang. Sama aja kan,
justru saya bilang kalau cuti lebih enak kampanye, keliling-keliling ke
mana-mana. Sekarang nggak bisa, kerja, disposisi begitu banyak. Makanya dulu
saya bilang kalau saya disuruh pilih, saya pilih kerja," tutur Ahok di
Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (24/2/2017) kemarin
seperti dikutip portal detik.com.
Yang menarik adalah pernyataan berikutnya yang menganalogikan
warga DKI seperti pemilik perusahaan yang akan memutuskan nasib salah satu
pegawai menjelang akhir masa kontraknya. Setelah melihat kinerja selama satu periode
ini, pemilik perusahaan akan menentukan apakah kontrak pegawai tersebut akan
diperpanjang atau akan menggantinya dengan pegawai yang baru.
"Kalau buat saya, saya lebih baik pilih kerja. Kalau
soal dipilih nggak pilih kan urusan warga Jakarta. Kamu lihat saya kerja nih,
kamu kalau merasa kayak pegawai nih mau diperpanjang kontrak ya diperpanjang
kontrak lima tahun. Kalau orang merasa ya udahlah nggak perlu
diperpanjang ajalah, nggak bagus kerjanya, ya sudah, Oktober
selesai," ucapnya masih saya kutip dari portal detik.com.
Mari mendalami analogi
Ahok ini.
Kita ganti saja pegawai dengan terminologi yang lebih cocok,
misalnya seorang CEO perusahaan dan
pemegang saham yang kewenangannya didelegasikan kepada dewan direksi. Direksi
memang punya otoritas untuk menilai layak atau tidaknya seorang CEO melanjutkan kepemimpinan manajerial
sebuah perusahaan melalui indikator-indikator kunci yang telah ditetapkan
sebelumnya. Contohnya, apakah ada inovasi selama kepemimpinan CEO tersebut,
retensi pelanggan mengalami kenaikan atau tidak, bagaimana tingkat turn over karyawan? Dari segi keuangan,
laba perusahaan meningkat atau berkurang, bagaimana rentabilitas perusahaan,
harga sahamnya naik atau tidak dan sejumlah indikator kinerja lain seusai
karakteristik perusahaan tersebut.
Jika kinerja perusahaan mengalami peningkatan, maka CEO pasti akan dipertahankan oleh
direksi. Tapi jika sebaliknya yang terjadi, maka direksi akan menunjuk atau
merekrut CEO baru yang diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja
perusahaan.
Jika analogi ini kita gunakan untuk menggambarkan konstelasi
Pilgub DKI saat ini, maka masyarakat DKI adalah dewan direksinya, sedangkan
Ahok-Djarot adalah CEO-nya. Karena
ini menyangkut kepemimpinan daerah, tentu kita harus melihat perubahan apa saja
yang telah terjadi pada Daerah Khusus Ibukota selama kepemimpinan mereka.
Apakah ada peningkatan, stagnan saja atau malah terjadi penurunan?
Berbeda dengan indikator perusahaan seperti yang saya sebutkan
di atas, untuk menilai kinerja petahana indikatornya kita harus melihat bagaimana pembangunan infrastruktur, penurunan
angka kemiskinan, keberhasilan pembangunan manusia, tata kota, transportasi, keadaan
sosial ekonomi masyarakat, tingkat kepuasan terhadap layanan masyarakat dan
indikator-indikator lain yang menunjukkan keberhasilan pemimpin daerah.
Hanya saja karena jabatan Gubernur DKI bukan sekedar jabatan
manajerial, namun juga jabatan politik, penganalogiannya tidak bisa dibuat jadi
sesederhana itu. Mestinya jika memang petahana mampu membuat Jakarta lebih baik
lagi dari sebelumnya, di atas kertas kita sudah bisa memastikan petahana akan kembali
memimpin.
Tapi karena ada unsur-unsur politik dalam jabatan yang akan
diemban nantinya, faktor-faktor lain diluar performa manajerial juga harus
diperhitungkan. Malah untuk seorang Ahok, faktor lain tersebut justru yang membuatnya
tergelincir baru-baru ini. Jika saja secara politis perjalanan Ahok berjalan
mulus, kelihatannya lebih mudah baginya untuk memenangkan kancah peperangan
Pilgub DKI. Lawan-lawan politik itu cerdik seperti ular, karena mampu melihat
celah yang mungkin tidak bisa dilihat oleh Ahok sendiri.
Jadi ada baiknya Ahok kembali menjaga atmosfir Pilgub DKI tetap
kondusif menjelang putaran kedua. Dia harus menjaga ucapan dan tindak tanduk
agar tidak terjadi blunder lagi yang
akan semakin menjauhkan simpati masyarakat darinya.
Akhirnya saya akan kembali mengutip pernyataan Ahok yang
menjadi kesimpulan dari artikel ini,
"Makanya bagi saya, saya pilih kerja. Tergantung orang
Jakarta aja mau pilih istilahnya gubernur baru atau mau
dipakai yang lama. Kita mah ikut aja, haknya di warga DKI kok.”
---
pertama kali ditayangkan di kompasiana.com
ilustrasi gambar dari: detik.com (foto oleh: Bisma Alief)
Post a Comment