Harapan di Balik Pembubaran Koperasi Tidak Aktif
Koperasi sesungguhnya dilahirkan oleh semangat luhur, untuk
memajukan perekonomian masyarakat. Jika dikelola dengan baik dan benar,
koperasi bisa jadi alat inklusi keuangan yang tepat bagi masyarakat dengan
kemampuan ekonomi menengah ke bawah. Oleh karena itu sudah semestinya
pengembangan gerakan perkoperasian sungguh-sungguh mendapat perhatian dari stakeholder khususnya pemerintah sebagai
regulator.
Prinsip koperasi adalah gerakan kerja sama (cooperative) berdasarkan sikap saling
percaya dengan pengumpulan dan pengelolaan modal bersama sebagai sumber
dayanya. Kepemilikan koperasi dinyatakan oleh segenap anggota, bukan milik
pribadi atau segelintir orang saja. Jadi aset sesungguhnya dari koperasi adalah
manusia, bukan aset seperti gedung, uang apalagi papan nama.
Sayangnya banyak koperasi yang hanya menjadi kedok dari praktek
kredit ala lintah darat yang baru. Atau praktek penipuan berkedok investasi
dengan iming-iming imbas hasil selangit. Penyalahgunaan koperasi ini terjadi
karena koperasi tersebut telah melanggar salah satu prinsipnya sebagai gerakan
kebersamaan. Koperasi hanya jadi casing
saja, padahal praktek sesungguhnya adalah bisnis milik satu atau segelintir orang
saja. Nah, banyaknya“nila setitik” seperti inilah yang membuat gerakan koperasi
seringkali dipandang sebelah mata oleh masyarakat.
Selain pelanggaran terhadap prinsip Koperasi tersebut,
masalah lain yang juga sering terjadi adalah Pengurus tidak menjalankan tata
kelola Koperasi sebagaimana mestinya. Salah satunya tidak menyelenggarakan RAT
(Rapat Anggota Tahunan) setelah satu periode Tahun Buku selesai. Padahal RAT adalah
forum tertinggi dalam struktur organisasi sebuah Koperasi. Pada saat RAT,
anggota atau perwakilan anggota (jika koperasinya sudah cukup besar)
mengesahkan laporan pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas selama satu Tahun
Buku dan mengesahkan program Kerja Tahun Buku berikutnya.
Pada koperasi yang masih kecil, forum RAT juga biasa
digunakan untuk merumuskan bersama-sama aturan atau karakteristik produk-produk
baru yang sedang dijalankan atau baru akan diluncurkan.
Oleh karena itu forum RAT menjadi sangat strategis peranannya
sehingga menjadi salah satu indikator untuk menilai keaktifan sebuah koperasi. Menurut
Peraturan Menteri Koperasi dan UKM no. 25 tahun 2015, pada saat koperasi tidak
mengadakan kegiatan RAT dan usaha sebagaimana mestinya selama tiga tahun
berturut-turut, koperasi tersebut dikategorikan sebagai koperasi tidak aktif.
Saat ini Kementerian Koperasi dan UKM di bawah komando AAGN Puspayoga
sedang gencar-gencarnya merehabilitasi gerakan perkoperasian di tanah air. Koperasi-koperasi yang tidak aktif didata
untuk memudahkan pemerintah melakukan pembinaan. Jika koperasi tersebut
berhasil berbenah diri dan tata kelolanya sehat kembali, maka koperasi tersebut
dapat tetap beroperasi seperti biasanya. Namun jika usaha koperasi tersebut
benar-benar tidak dapat berjalan lagi, apalagi koperasi yang memang hanya
menjadi kedok untuk investasi abal-abal,
maka izin serta badan hukum koperasi akan dicabut.
Kita berharap gebrakan Kementerian Koperasi ini benar-benar
membuat para Pengurus koperasi berupaya untuk memastikan koperasinya berjalan
sesuai prinsip-prinsip dan tata kelola koperasi yang benar.
Pertanyaan berikut,
sejauh mana keberhasilan gebrakan tersebut?
Berdasarkan data BPS, jumlah koperasi di tanah air sampai medio
2016 sebanyak 212.135 Koperasi, namun 61.912 ribu di antaranya adalah Koperasi tidak
aktif. Jadi jika dipersentasekan, ada 29,19% Koperasi yang tidak aktif. Rasio
ini sedikit lebih rendah daripada rasio Koperasi tidak aktif pada tahun 2014.
Pada medio 2014 tercatat sebanyak 201.701 Koperasi dan 60.694 di antaranya adalah
Koperasi tidak aktif, atau jika dipersentasekan sebesar 29,80%.
Tentu menilai statistik ini menjadi relatif tergantung sudut
pandang pembacanya. Dari segi rasio memang hanya terjadi sedikit penurunan,
tetapi jika dilihat dari segi kuantitas pertumbuhan koperasi, pada periode
tersebut terjadi pertumbuhan 10.434 unit koperasi. Sedangkan pertumbuhan
koperasi tidak aktif sebanyak 1.218 unit koperasi. Jadi secara persentase
koperasi tidak aktif hanya bertumbuh sebesar 11,67%. Rasio ini sudah lebih baik
dibanding rasio pertumbuhan koperasi tidak aktif pada tahun-tahun sebelumnya.
Masih terlalu dini untuk menilai keberhasilan (atau
kegagalan) upaya bapak AAGN Puspayoga dan jajarannya dalam memperbaiki performa
gerakan perkoperasian di tanah air ini. Namun harapan kebaikan dari insan-insan
perkoperasian selalu dititipkan pada setiap ikhtiar pemerintah. Pemerintah
bekerja sama dengan para penggerak koperasi harus mencari kiat agar agar langkah-langkah
taktis seperti pembubaran koperasi “abal-abal” dibarengi dengan langkah-langkah
strategis untuk meningkatkan kualitas koperasi. Langkah-langkah utama yang harus
dilakukan sebenarnya sudah sering digaungkan bapak Menteri yaitu rehabilitasi,
reorientasi dan pengembangan Koperasi. Hanya saja implementasi pada tataran
praktis di lapangan masih membutuhkan pengawasan dan pengawalan bersama-sama.
Jika Koperasi yang benar-benar beroperasi semakin sehat dan
Koperasi “bandel” berhasil ditertibkan, kepercayaan masyarakat pada Koperasi akan
semakin meningkat pula. Sehingga pada saatnya nanti, koperasi benar-benar
menjadi sokoguru perekomian dan memberikan kontribusi yang berarti bagi
pertumbuhan ekonomi tanah air. Semoga (PG)
---
pertama kali ditayangkan di kompasiana.com
ilustrasi gambar dari: http://www.solopos.com/
Post a Comment