Rio Haryanto dan Brand Awareness
Memang jalan pikiran orang-orang yang berkecimpung di dunia marcomm (marketing communication) seringkali sulit dipahami orang-orang
awam. Bahkan dalam satu entitas bisnis pun kerap terjadi perbedaan pendapat antara para eksekutifnya begitu
pembicaraan sampai pada biaya pemasaran.
Sudah menjadi hakikat lembaga bisnis untuk mencari laba.
Caranya mengelola sumber daya yang dimiliki sedemikian rupa agar pendapatan meningkat
dan biaya diefisienkan. Sementara untuk urusan pemasaran, seringkali impact-nya tidak bisa langsung dirasakan
dalam jangka pendek.
Salah satu tujuan pemasaran adalah membangun brand awareness dari customer atau calon customer terhadap produk yang dihasilkan perusahaan. Singkatnya, brand awareness bisa didefinisikan
sebagai kemampuan customer atau calon
customer untuk mengingat produk sebuah
perusahaan. Dimulai dari pengenalan merek (brand
recognition), mengingatkan kembali customer
pada merek (brand recall) sampai
merek benar-benar tertanam dalam benak customer
(top of mind).
Membangun brand
awareness apalagi untuk sebuah produk baru membutuhkan kiat-kiat strategis
dan biaya yang besar.
Dampak program brand
awareness tidak bisa serta merta langsung terasa, sementara di sisi lain
kita harus mengetahui efektivitas biaya yang kita keluarkan. Oleh karena itu
dibutuhkan kajian mendalam sebelum meluncurkan program-program pemasaran dan
evaluasi untuk mengukur dampak program tersebut bagi perusahaan.
Tanpa kajian-kajian seperti itu, memang seringkali mengeluarkan
biaya pemasaran hanya dianggap buang-buang duit
belaka.
Senin 22 Februari lalu, Komisi VI DPR RI mengadakan rapat
dengar pendapat dengan pimpinan Pertamina. Anggota DPR mempertanyakan efektivitas
dana sponsorhsip Pertamina untuk
pembalap Rio Haryanto sebesar Rp75 miliar guna mendukungnya pada kompetisi
balap Formula-1 pada musim ini. Menurut mereka program tersebut tidak efektif,
apalagi saat ini Pertamina sedang mengalami penurunan kinerja, imbas anjloknya
harga minyak di pasar global.
Dirut Pertamina Dwi Soetjipto pun memberi jawaban dari sudut
pandang marketing. Dukungan terhadap
Rio adalah langkah strategis membangun brand
Pertamina pada skala Internasional, sesuai Visi Misinya menjadi World Class Company. Pertamina sebelumnya
sudah menganggarkan biaya sponsorhsip
untuk Rio dari pos biaya marketing. Dukungan
terhadap pembalap muda Indonesia ini sudah mereka lakukan sejak tahun 2010 dengan
dukungan dana sekitar 1,1 juta Euro untuk ajang GP 2 Series dan pada tahun 2011
dengan nilai yang sama pada GP 3 Series.
Ada hal yang lebih besar dari sekedar “membuang” biaya Rp75 miliar.
Kesempatan menuju ajang Formula-1 bukan hal yang mudah didapatkan. Ada proses
dan seleksi ketat yang harus dilewati. Kadang ada pembalap yang sudah memegang
kesempatan tersebut, namun gagal melaju ke tahap berikutnya hanya karena masalah
pendanaan. Saat ini dengan dukungan Pertamina sebagai donatur terbesar, Rio
menjadi pembalap Indonesia pertama yang masuk ke ajang bergengsi tersebut.
Di sisi lain, Pertamina juga sudah punya kajian mendalam terhadap
biaya yang digelontorkan dan impact-nya
terhadap branding Pertamina. VP Corporate Communication Pertamina,
Wianda Pusponegoro memberi pernyataan kepada media kalau branding Pertamina terus meningkat sejak memberikan dukungan
terhadap Rio pada tahun 2010, baik brand awareness maupun angka corporate index.
Di luar masalah branding
di atas, kita juga bisa sedikit menelisik makna angka Rp75 miliar. Ini adalah
nominal yang besar, namun biasanya angka akan lebih “berbicara” jika kita
menyandingkannya dengan angka-angka yang lain pada neraca. Saya mencari financial statement terkini Pertamina,
tapi hanya ketemu statement yang
dirilis pada akhir semester pertama tahun lalu. Memang sudah ketinggalan enam
bulan lebih dengan posisi keuangan Pertamina saat ini. Tapi kita tetap bisa menggunakannya
sebagai gambaran. Kita coba melihat angka-angka globalnya. Sampai akhir Juni
2015 aset Pertamina mencapai 47,8 miliar, total pendapatan mencapai 21,7 miliar,
dan total biaya mencapai 20,5 miliar. Angka-angkanya semua dalam satuan dolar
Amerika.
Dengan kurs Rp13.500 per dolarnya maka Rp75 miliar setara
dengan kurang lebih 5,556 juta dolar. Jadi terlihat rasio biaya sponsorship untuk Rio dibandingkan
dengan total biaya sebenarnya cukup kecil.
Sekali lagi, brand
awareness tidak bisa dihubungkan dengan rupiah begitu saja. Biaya akan
ditutup setiap akhir tahun, sedangkan dampak brand awareness bersifat jangka panjang. Khusus untuk kasus Rio, kita
mungkin bisa melihat dari sisi lain, bagaimana negara melalui badan usaha yang
dimilikinya mencoba memberi support
terhadap anak muda bangsa yang berprestasi. (PG)
________________
ilustrasi gambar dari: bisniskeuangan.kompas.com
Referensi:
Post a Comment