Header Ads

Refleksi dari Mukjizat Bom Katedral

 


Tahun lalu, pesta Paskah dirayakan dengan sederhana karena bangsa kita belum lama menabuh genderang perang melawan pandemi. Pembatasan sosial menjadi harga mati di segala lini kehidupan saat itu, termasuk pembatasan aktivitas peribadatan. Jadi pintu-pintu gereja tertutup rapat dan umat mengikuti perayaan pekan suci dengan mode tersebar di rumah masing-masing.

Tahun ini, selain mengikuti misa yang disiarkan secara langsung, kita sudah bisa merayakan misa secara tatap muka dengan menaati prosedur kesehatan yang telah ditentukan. Sementara itu program vaksinasi yang terus digalakkan membuat kita bisa semakin bernapas lega dan berharap proses peribadatan akan kembali pulih seperti sedia kala.

Tiba-tiba bom bunuh diri meledak di depan gerbang Katedral Makassar pada hari Minggu Palma (28/3). Kita semua terkejut.

Rasa lega karena pintu-pintu gereja telah terbuka berubah menjadi kekhawatiran yang lain. Kita kembali menyadari, bukan hanya virus saja yang bisa mengganggu kekhusyukan beribadah, tapi juga sesama manusia.

Pasca kejadian gereja-gereja kembali mendapat pengamanan ketat. Saat menghadiri misa Kamis Putih kemarin, saya hitung tidak kurang dari 5 orang bapak-bapak dari kepolisian hadir menjaga pintu masuk ke areal gereja bersama sejumlah petugas gereja.

Di paroki kami (paroki St. Paulus) penjagaan keamanan sebenarnya relatif lebih mudah karena diberlakukan satu pintu keluar masuk dan setiap umat harus membawa kartu yang dilengkapi dengan kode batang. Umat yang akan masuk ke areal gereja harus menyerahkan kartunya untuk dipindai oleh petugas. Gunanya untuk memastikan yang bersangkutan masuk pada jadwal misa yang tepat sesuai gilirannya. Jadi fungsi awal kartu tersebut adalah untuk membagi giliran misa agar prosedur jaga jarak selama misa berlangsung tetap dipatuhi. Dengan kondisi saat ini, fungsinya bertambah lagi untuk memperketat pengamanan karena setiap orang yang akan masuk ke lingkungan gereja diverifikasi terlebih dahulu.

Walaupun demikian, tetap saja dibutuhkan back up dari pihak yang berwenang untuk memaksimalkan pengamanan.

Mukjizat Bom Katedral

Kembali ke peristiwa bom bunuh diri.

Ada kisah menarik yang terjadi pada Cosmas, koster paroki, yang barangkali bisa menjadi refleksi iman bagi kita sekalian. Bagaimana tidak? Saat kejadian, Cosmas berdiri dengan jarak hanya dua meter dari pelaku yang meledakkan diri.

Kita pasti akan berpikir spontan kemungkinan untuk bertahan hidup pada kondisi itu nyaris nol persen. Maaf, kepala pelaku saja sampai terpental jauh ke atap gedung pastoran.

Realita yang terjadi, Cosmas “hanya” menderita luka bakar dan masih bisa bercakap-cakap setelah kejadian. Memang, Cosmas mendapatkan perawatan intensif setelahnya, tapi keadaannya telah berangsur-angsur membaik.

Ini membuat banyak orang menganggap peristiwa itu adalah mukjizat. Cosmas telah melakuan aksi heroik menghadang para pelaku bom bunuh diri sebelum masuk ke areal gereja. Jika ini terjadi, potensi jatuhnya korban pasti lebih besar lagi. Akhirnya, tangan Tuhan pun membentengi Cosmas dari dampak ledakan yang terjadi.

Refleksi Iman

Setiap orang punya cara tersendiri memaknai peristiwa ini.

Beberapa saat setelah bom bunuh diri tersebut meledak, video dan foto-foto pasca kejadian beredar di media sosial dan beberapa grup whastapp. Walaupun berada di lokasi yang cukup jauh dari Katedral, saya seperti ikut merasakan getaran ledakan. Rasa khawatir langsung menyergap. Ini aksi tunggal atau masih akan ada aksi lanjutan? batin saya.

Memori kembali melayang jauh ke peristiwa bom bunuh diri di Surabaya yang terjadi tahun 2018 yang lalu. Dari kota yang cukup jauh, malah berbeda pulau, saat ini peristiwa serupa terjadi di kota sendiri.  

Tapi setelah direnung-renungkan kembali, perlindungan Tuhan kepada Bapak Cosmas seperti memberi peneguhan kalau Tuhan selalu punya cara untuk melindungi umatnya. Saat peristiwa itu terjadi, ada dua pesan yang kontras tapi saling terpaut untuk kita renungkan bersama. Pelaku ingin menyebar teror, tapi di saat bersamaan kita juga mendapat peneguhan dari sana.

Takut itu perasaan yang alami yang ingin direkayasa dan dimagnifikasi oleh aksi-aksi teroris. Tapi dalam iman, kita percaya bahwa Tuhan memberikan keberanian dan kekuatan bagi umatnya yang membutuhkan.

Selamat memperingati hari Jumat Agung bagi umat kristiani. (PG)


----


pertama kali tayang di kompasiana.com

ilustrasi gambar dari kompas.com

No comments

Powered by Blogger.