Good Boss, Bad Boss
Dalam dunia manajemen, pimpinan divisi atau tim memiliki peran strategis untuk meningkatkan kinerja orang-orang yang mereka pimpin. Mereka diberi delegasi untuk meneruskan target organisasi menjadi target divisi atau tim dan menyukseskannya. Makanya para manajer diberi kewenangan lebih dibanding bawahannya. Tapi kewenangan ini dibarengi dengan tanggungjawab lebih pula.
Untuk menjadi pemimpin tim yang baik, para manajer mesti
memiliki seabrek wawasan dan keterampilan baik hardskill maupun sotfskill.
Pengetahuan tata kelola organisasi dan keterampilan manajerial bila tidak
diimbangi dengan sikap dan moral yang baik hanya akan mengurangi “nilai”
manajer di mata orang-oranGg yang dipimpinnya. Ini bisa memicu demotivasi tim,
sehingga menurunkan kinerja dan produktifitas mereka. Sebaliknya, kemampuan
manajerial yang baik disertai dengan “kepemimpinan” yang baik pula, membuat manajer
mampu menciptakan suasana kerja kondusif di dalam tim. Ini akan membantu
peningkatan kinerja dan produktivitas tim.
Mari kita lihat beberapa keterampilan “tak kasat mata” yang
harus dimiliki seorang manajer yang baik.
1. Memberi teladan. Manajer
hendaknya menjadi orang paling pertama yang menegakkan aturan, standar-standar
operasional dan policy yang berlaku
pada organisasi. Ini bukan saja menyangkut
peran manajer sebagai wasit terhadap pelanggaran-pelanggaran dalam
organisasi, tapi juga peran manajer sebagai stakeholder
seperti karyawan lain dalam manajemen. Sedapat mungkin manajer harus
menjadi figur dan contoh bagaimana melakoni budaya kerja yang dianut
organisasi. Dengan demikian, manajer dapat lebih fair saat menjatuhkan reward
dan punishment untuk bawahannya.
2. Mengayomi. Manajer
dengan sifat mengayomi akan mendapat tempat di hati bawahannya. Saat terjadi
masalah dalam tim yang dipimpinnya, secara internal manajer harus mampu
menyelesaikan masalah secara objektif dan tegas. Orang-orang yang melakukan
kesalahan “dibenahi” dan dipandu untuk memperbaiki diri. Namun saat berhadapan
dengan pihak ketiga atau manajemen dengan level yang lebih tinggi, manajer akan
bersikap legowo sebagai orang yang
paling bertanggungjawab terhadap kinerja tim-nya. Manajer yang mengayomi tidak
akan seenaknya menjadikan bawahan sebagai
kambing hitam.
3. Objektif. Salah satu masalah
ketidakpuasan yang sering dikeluhkan karyawan adalah penilaian manajer yang
kurang seimbang saat menyelesaikan masalah. Misalnya: orang-orang yang dekat
dengan manajer tidak dikenakan sanksi seberat orang-orang tidak dekat dengan
manajer. Atau misalnya manajer cenderung berat sebelah saat menyelesaikan
konflik dalam tim. Manajer yang fair
dan berpandangan objektif akan dipercaya oleh karyawannya.
4. Menginspirasi. Jika menarik benang merah dari beberapa
literatur, kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai strategi mendorong orang
lain bekerja mencapai suatu goal
dengan senang hati. Artinya manajer harus mampu menjadi penggerak dengan
menyentuh pikiran dan hati bawahannya, bukan semata dengan kekerasan atau
ancaman. Pemimpin yang mampu memberi inspirasi bagi bawahannya akan disegani
bukan ditakuti.
Sebaliknya, mari kita cek ciri-ciri manajer
yang tidak amanah dan kelakuannya selalu mendatangkan atmosfir negatif pada tim
yang dipimpinnya
1. Tidak mampu memberi teladan. Manajer
yang selalu ngaret, tidak tertib, sering melanggar peraturan atau kesepakatan
bersama akan mendatangkan demotivasi bagi orang-orang dalam timnya. Power seorang manajer untuk mengelola
tim tersebut akan berkurang karena bawahan
tidak menemukan sosok panutan pada pimpinannya. Kalau sudah begitu,
kinerja tim akan merosot.
2. Tidak mampu mengayomi. Bagaimana
perasaan anda, jika pimpinan anda suka mengkambinghitamkan anda juga rekan
kerja atas kesalahan-kesalahan yang mesti sejak awal dibenahinya. Begitulah
suasana kerja dalam tim yang dipimpin oleh manajer yang tidak mampu mengayomi.
Inovasi dan improvisasi dalam tim akan mandeg
karena semua orang akan bermain save.
3. Subjektif. Saat
manajer mulai pilih kasih atau memutuskan sesuatu berdasarkan like and dislike maka pada saat itu
suasana dalam tim kerja menjadi tidak nyaman. Klik-klik kecil akan terbentuk,
dan jika tidak diatasi sejak dini dapat bermuara pada konflik yang lebih besar.
Konflik yang dikelola dengan solusi subjektif pun akan sulit diselesaikan. Kalaupun
bisa diatasi, tidak akan tuntas. Tim kerja yang berjalan dengan suasana seperti
ini tidak akan bertahan lama.
4. Otoriter. Manajemen modern memberi tempat
seluas-luasnya bagi inovasi dan transparansi. Tanpa dua hal ini, organisasi
cenderung akan berjalan di tempat, salah-salah bisa mundur. Makanya manajer
yang otoriter cenderung akan tersisihkan karena gaya otoriter tidak bisa
digunakan untuk menstimulus karyawan melahirkan ide-ide baru yang segar. Memang
pada situasi dan kondisi tertentu, gaya otoriter cocok diterapkan untuk mengelola
tim kerja. Namun pada organisasi kebanyakan, gaya kepemimpinan yang hampir
usang ini sudah jauh ditinggalkan.
Ilustrasi gambar dari pixabay.com
Pertama kali tayang di kompasiana.com
Post a Comment