Persepsi yang Salah di Masyarakat tentang Koperasi
Koperasi sebenarnya bukan sesuatu yang asing sama sekali bagi masyarakat. Hanya saja masih ada masyarakat kita yang belum paham benar bagaimana sebenarnya koperasi itu berjalan. Sebagian besar penyebabnya adalah mereka pernah mendapat pengalaman yang kurang baik (dialami sendiri atau mendengar dari orang lain) mengenai koperasi.
Ini yang membuat banyak resistensi
yang kami terima saat melakukan sosialisasi Credit Union (CU) kami di
tengah masyarakat. Masih ada saja yang membanding-bandingkan CU dengan koperasi
di masa lalu yang bermasalah dan merugikan banyak orang.
Untunglah seiring waktu dan pembenahan
yang dilakukan segenap pemangku kepentingan mulai dari insan koperasi hingga
pemerintah selaku regulator, nama koperasi mulai berangsur-angsur membaik. Ini
bisa dirasakan dari pengalaman di lapangan. Memperkenalkan gerakan CU saat ini
tidak sesulit 8-10 tahun yang lalu lagi.
Bahwa masih ada sebagian masyarakat
yang kurang paham tata kelola koperasi, itu masih terjadi. Pun masih ada
koperasi abal-abal yang bermunculan dan berguguran. Bagaimanapun juga,
pemahaman tentang koperasi di tengah masyarakat memang harus seiring sejalan
dengan pengetahuan dan keterampilan tata kelola oleh segenap penggerak koperasi.
Nah, kali ini kita akan menelisik
persepsi-persepsi keliru apa saja sih yang selama ini berkembang di
tengah masyarakat tentang koperasi. Berdasarkan pengalaman praktis, ada
sejumlah persepsi keliru yang bisa dikelompokkan menjadi dua hal berikut:
Koperasi Dimiliki
Segelintir Orang Saja
Ini persepsi keliru yang cukup
banyak kami temui. Pertanyaan-pertanyaan seperti: koperasi ini siapa
pemiliknya? Apa uang kami nanti tidak dibawa lari sama pemiliknya? dan
seterusnya, adalah contoh pertanyaan-pertanyaan yang berangkat dari pemahaman
bawah koperasi itu badan usaha yang dimiliki satu, dua atau segelintir orang
saja.
Pernyataan yang benar adalah
koperasi dimiliki oleh anggota koperasi itu sendiri. Kalau anggota koperasi berjumlah
100 orang, ya berarti 100 orang itu adalah pemilik koperasi. Kalau anggota
koperasinya 1.000 orang, berarti pemiliknya adalah 1.000 orang itu. Setiap
penambahan anggota baru, berarti bertambah pula pemilik koperasi. Kepemilikan
ini dibuktikan dengan adanya setoran Simpanan Pokok anggota. Dengan demikian
setiap anggota adalah pemilik karena ikut membangun modal koperasinya.
Singkat kata, koperasi adalah usaha
milik bersama segenap anggota. Dalam tata kelola, anggota memilih Pengurus dan
Pengawas yang akan memimpin jalannya koperasi. Jadi anggota memiliki kuasa
untuk mengangkat atau memberhentikan Pengurus-Pengawas sesuai dengan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga koperasi tersebut.
Jika koperasinya masih relatif kecil
(dari segi keanggotaan maupun volume usaha), pengurus dapat juga sekaligus
berperan untuk menjalankan operasional koperasi seperti menerima dan mengelola
setoran anggota. Tapi sebaiknya (dan ini yang sering dilakukan) pengurus
mengangkat manajemen atau pengelola yang bertugas menjalankan operasional
koperasi sehari-hari.
Kemudian, pertanggungjawaban
dilakukan secara berjenjang. Manajemen bertanggungjawab kepada pengurus dan
pengurus bertanggungjawab kepada anggota. Pengawas dalam melakukan tugasnya
mengawasi jalannya koperasi bertanggungjawab kepada anggota.
Nah, pernyataan mengenai uang
koperasi dibawa lari oleh pemiliknya sebenarnya kurang tepat karena pemiliknya
anggota sendiri. Dalam koperasi simpan pinjam sekalipun, jumlah pinjaman anggota
yang dicairkan pasti disesuaikan dengan modal dan tabungannya di koperasi. Kalau
dua tiga orang yang “lari” dalam arti tidak membayar kembali pinjamannya, saya
rasa koperasi tidak akan mengalami banyak kerugian, karena masih ada simpanan
anggota tersebut yang digunakan untuk menalangi pembayaran yang tidak masuk. Kecuali
terjadi semua anggota koperasi tersebut kompak meminjam dan kompak tidak
membayar, pasti koperasinya akan collapse karena kekurangan likuiditas.
Yang memiliki kemungkinan paling
tinggi untuk “membawa lari” uang anggota adalah pengurus dan pengelola. Tapi
mereka ini bukan pemilik seluruh koperasi. Mereka adalah pemilik sebatas
modalnya dalam koperasi. Risiko ini pun bisa diminimalkan dengan tata kelola
yang baik dan benar. Seharusnya pengurus tidak bisa mengelola uang tunai
koperasi secara langsung tapi pengurus memiliki otoritas tertinggi dalam pengambilan
keputusan keuangan koperasi. Tugas pengurus adalah memberi approve,
bertandatangan pada dokumen-dokumen keuangan yang dibutuhkan dan seterusnya.
Sebaliknya, manajemen memang
memiliki akses terhadap pengelolaan uang tunai koperasi, tapi pada tingkat
tertentu harus mendapat otoritas dari pengurus, seperti misalnya pada penarikan
tunai dari bank, pencairan pinjaman dalam jumlah besar, pembelian-pembelian
dalam jumlah besar dan seterusnya.
Kemudian untuk mengawasi jalannya
operasional koperasi sesuai AD-ART dan peraturan pendukung lainnya, pengawas
harus memainkan peranannya dengan baik dan standar. Jika pengawas mendapat temuan
pelanggaran atau hal-hal yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, harus dilakukan
pembenahan secapatnya oleh pengurus dan pengelola agar tidak menjadi masalah
besar yang bisa merugikan koperasi dan anggota. Kalau ada pelanggaran yang
cukup kronis dan berlarut-larut tanpa ada pembenahan yang serius dari pengurus,
pengawas dapat menjadikannya laporan yang harus di-notice bersama dalam
rapat anggota.
Jadi pengawas lebih berperan dalam
pengawasan internal. Pada koperasi yang sudah semakin besar, biasanya pengawas
juga diberi kebebasan untuk membentuk komite atau panitia yang bertugas
membantunya melakukan audit. Bahkan jika diperlukan bisa menunjuk auditor
independen untuk membantu memeriksa aspek keuangan dan akuntansi koperasi
tersebut, tentu saja tetap dalam koordinasi bersama pengurus.
Hasil semua proses tata kelola ini
akan dilaporkan pada Rapat Anggota Tahunan yang merupakan forum tertinggi dalam
struktur organisasi koperasi. Jika semuanya berjalan baik, mestinya tidak perlu
ada kekhawatiran modal koperasi akan hilang dibawa lari oknum tertentu.
Anggota Hanya Pengguna
Jasa (Customer) Saja
Kesalahan persepsi berikut adalah
masih ada masyarakat yang menganggap anggota koperasi hanya memiliki peran
sebagai pengguna jasa (customer) saja. Kehadiran koperasi dianggap hanya
untuk mengumpulkan dana dari masyarakat atau koperasi hanya tempat untuk
mendapatkan akses pinjaman saja.
Anggapan ini memang tidak sepenuhnya
salah. Pada dasarnya permodalan koperasi dan nantinya produk serta layanan
koperasi akan ditujukan untuk anggota-anggotanya juga. Tapi masih banyak yang
kurang memahami, selain sebagai pengguna jasa, setiap anggota koperasi juga
berperan sebagai pemilik (owner) koperasi.
Seperti sudah disampaikan di atas,
hal ini dibuktikan dengan adanya setoran Simpanan Pokok anggota yang tidak
boleh ditarik selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi.
Dengan persepsi anggota hanya sebagai
pengguna jasa, tidak heran banyak koperasi yang tidak mengalami banyak
kemajuan. Koperasi hanya berjalan di tempat saja karena anggota-anggotanya
menganggap maju mundurnya koperasi sepenuhnya ditentukan oleh pengurus semata.
Akibatnya anggota cenderung pasif dan tidak banyak berkontribusi untuk kemajuan
koperasinya. Dengan membeli produk koperasi atau bertransaksi seadanya (simpan
pinjam) anggota merasa sudah cukup.
Padahal dengan mindset
anggota adalah pemilik koperasi, seharusnya anggota bisa berperan lebih banyak
untuk kemajuan koperasinya. Beberapa peran anggota sebagai pemilik yang selama
ini kurang dilakukan misalnya: anggota membaca dan menanggapi laporan keuangan
koperasi, anggota bersedia dan aktif jika diundang untuk rapat, pertemuan atau
pelatihan-pelatihan yang diadakan koperasi, anggota mengisi survei, memberikan
saran dan masukan untuk pengurus (diminta atau tidak), terlibat dalam proses
pemilihan pengurus pengawas jika diperlukan dan seterusnya.
Anggota bahkan dapat memberikan
bantuan atau kontribusi untuk koperasinya, untuk hal-hal kecil sekalipun. Misalnya
mengajak kerabat atau sahabat bergabung menjadi anggota koperasi, melakukan promosi
koperasi di komunitasnya, dan seterusnya. Ingat kembali, koperasi adalah usaha
bersama yang maju mundurnya ditentukan oleh peran semua pemangku kepentingan di
dalamnya. Bukan hanya pengurus, pengawas dan pengelola yang jumlahnya sudah
pasti jauh lebih sedikit dibanding jumlah seluruh anggota koperasi.
Wasana Kata
Memasyarakatkan gerakan koperasi
memang masih menghadapi sejumlah tantangan dalam implementasinya di tengah
masyarakat. Persepsi-persepsi kurang pas tentang koperasi di tengah masyarakat
adalah salah satu contohnya. Tapi setahu saya insan-insan koperasi tidak patah
semangat dan terus berjuang untuk terus mengedukasi masyarakat lewat kapasitas
dan peran masing-masing. Dengan persepsi yang tepat dan benar diharapkan
koperasi semakin mendapat tempat di hati masyarakat. Dengan demikian koperasi
dapat semakin menjadi sokoguru perekonomian nasional sesuai cita-cita kita
bersama. Semoga (PG)
Ilustrasi gambar dari pixabay.com
Pertama kali tayang di Kompasiana
Post a Comment