Medali Emas Hasil Kolaborasi Dua Generasi Pejuang
Seandainya pada tahun 2017 Greysia benar-benar pensiun dari dunia bulu tangkis, bisa saja hari ini sejarah berkata lain. Untunglah saat itu Greysia yang punya keinginan untuk segera pensiun dipertemukan dengan Apriyani Rahayu, atlet muda terpaut usia 11 tahun darinya. Apri pun berhasil meyakinkan Greysia untuk tetap setia berlari lincah dan memukul kok di belakang net. Bukan saja karena passion dan dedikasi pada negeri, tapi juga karena ada spirit yang harus terus diestafetkan pada generasi pejuang berikutnya.
Pasangan Greysia-Apriyani akhirnya sukses
menorehkan prestasi gemilang dalam Olimpiade Tokyo 2020 lewat perolehan medali
emas pada lagi puncak ganda putri siang tadi (2/8). Pasangan merah putih itu
menang straight set 21-19 dan 21-15 dari pasangan China, Chen
Qingchen-Jia Yifan.
Saya kurang paham teknis, tapi
melihat aksi mereka menaklukkan lawan dalam waktu kurang lebih 57 menit siang
tadi, bisa dikatakan mereka bermain nyaris tanpa kesalahan. Bahkan karena
permainan mereka yang sangat rapi, pasangan lawan kadang nampak geregetan dan
sering kehilangan fokus (juga mungkin kontrol) karenanya.
Puncak laga dan akumulasi emosi
penonton setanah air akhirnya pecah saat Greysia-Apriyani kembali memenangkan
babak kedua. Lagu kebangsaan Indonesia Raya pun menggema megah di Musashino Forest
Sport Plaza, Tokyo.
Di balik kebanggaan dan kegembiraan
kita atas prestasi gemilang pasangan ini, ada hal menarik yang bisa kita
cermati dan renungkan bersama.
Dua Generasi Pejuang
Keduanya memiliki perbedaan usia
yang bisa dibilang cukup lebar jaraknya. Tapi hal ini bukan penghalang bagi
mereka untuk berkolaborasi dan berprestasi. Memang, sekian jam latihan dan
pertandingan membuat mereka akan dikondisikan untuk saling mengenal dan
mendalami satu sama lain. Tapi tetap saja proses saling menyesuaikan diri
dengan rentang usia selebar itu bukan hal yang mudah untuk dilewati.
Yang satu generasi milenial, yang
satu lagi generasi z. Belum lagi bicara perbedaan latar belakang yang lain.
Jadi selain memperjuangkan kemenangan di lapangan, sudah pasti mereka juga
harus berjuang di luar lapangan dalam hal membentuk dan menyesuaikan karakter
masing-masing. Tidak mudah, tapi tetap harus dilewati.
Reaksi Kimia
Jika hanya melihat dari layar kaca,
tanpa banyak tahu profil pasangan tersebut, mungkin banyak yang akan berpikiran
usia keduanya tidak terlampau jauh berbeda. Malah kadang nampak Greysia lebih
muda, dan Apriyani kadang terlihat lebih dewasa.
Ada satu teori (tidak perlu mencari
dasar ilmiahnya ya) yang mengatakan kalau dua orang beda generasi yang sangat
dekat relasinya, maka akan ada semacam reaksi kimia (chemistry) yang
membuat mereka akan saling menyesuaikan satu sama lain. Yang muda akan nampak
lebih dewasa, yang tua akan nampak lebih muda. Bukan dari segi usia saja. Karakter,
selera dan lain-lain pun akan ikut terpengaruh karena relasi tersebut. Mungkin
saja ini yang terjadi.
Kemudian ada satu hal yang menarik
perhatian pada laga siang tadi. Walaupun relasi keduanya terlihat begitu cair
di tengah laga, tetap saja ada adab yang dijaga karena rentang usia tersebut.
Pada salah satu frame, terlihat Apri
mencium punggung tangan Greysia. Dan rupanya budaya salim tersebut sudah jadi
kebiasaan Apri, terutama jika bersalaman
dengan orang yang lebih tua. Ah, jadi tambah salut pada pasangan ganda putri
kita yang satu ini.
Akhirnya, semoga medali emas yang dipersembahkan Greysia-Apriyani bisa menjadi pemicu semangat bagi atlet tanah air yang lain untuk terus berprestasi. (PG)
pertama kali tayang di kompasiana.com
ilustrasi gambar dari kompas.com
Post a Comment