Begini Seharusnya Simbiosis antara Koperasi dan Anggotanya
Semangat cooperative
yang dikembangkan dalam tata kelola sebuah koperasi sangat sesuai dengan
karakter masyarakat kecil. Oleh karena itu idealnya dalam gerakan ekonomi
kerakyatan, koperasi menempati garda paling depan.
Terkait tata kelola ini, koperasi sebenarnya memiliki
otoritas untuk mengatur karakateristik produk-produk yang ditawarkan kepada
anggota-anggotanya. Bunga pinjaman maupun deviden atau bunga tabungan
sebenarnya disepakati secara bersama-sama oleh anggota melalui forum Rapat
Anggota Tahunan atau forum lain yang relevan.
Dengan demikian
koperasi dapat menjadi “berkah” bagi anggota-anggotanya yang memiliki atau
ingin membangun usaha. Anggota dapat
mengakses modal bersama tersebut dengan mudah dan “murah”, dibandingkan dengan
lembaga keuangan lainnya. Apalagi sektor UMKM seringkali dilihat sebagai sektor
yang unbankable. Kemudahan-kemudahan
ini, baik proses perkreditan maupun bunga pinjaman yang dibebankan sangat
membantu mereka yang ingin membangun usaha kecilnya.
Koperasi juga dapat memberikan manfaat yang lain seperti
pendampingan dan jejaring.
Berikut beberapa peranan yang semestinya dimainkan oleh
koperasi untuk membantu anggota-anggotanya yang memiliki usaha mikro, kecil dan
menengah.
Memberikan pendidikan dan pelatihan, baik mindset maupun keterampilan
F.W. Raiffeisen sebagai pendiri gerakan Credit Union pada abad ke-18 di Jerman,
meninggalkan wasiat yang berharga. Menurutnya gerakan koperasi seyogyanya mampu
memberi penyadaran kepada anggota-anggotanya untuk meninggalkan pola hidup
konsumtif dan memiliki kecakapan pengelolaan keuangan. Gerakan penyadaran ini
kemudian mengalami metamorfosis menjadi gerakan Pendidikan dalam koperasi. Dengan
anggota yang terdidik, koperasi bisa semakin kuat dan tujuan koperasi untuk
menyejahterakan anggota-anggotanya semakin mungkin tercapai. Pembenahan mindset ini kemudian diteruskan dengan
pelatihan-pelatihan yang dapat membuka pola pikir wirausaha serta keterampilan
yang sesuai untuk menambah pendapatan.
Memberikan pendampingan
Pendampingan
diberikan baik dalam bentuk produk dan pelayanan yang membangun kebiasaan produktif
anggota, maupun kunjungan secara langsung ke tempat tinggal anggota atau tempat
usaha anggota. Beberapa koperasi membentuk kelompok-kelompok kecil usaha untuk anggotanya.
Kelompok tersebut diberi pelatihan dan pinjaman khusus untuk usaha kecil. Setelah
itu pengurus, manajemen atau aktivis koperasi mengunjungi mereka secara berkala
untuk memantau perkembangan usaha mereka. Kiat ini juga dilakukan untuk
memastikan kalau pinjaman dimanfaatkan tepat guna dan memperkecil resiko gagal
bayar dari anggota-anggotanya.
Memberikan fasilitas kredit yang sesuai.
Koperasi
yang berbasis komunitas dapat lebih mudah memberikan pelayanan kepada
anggota-anggotanya. Karakteristik produk kredit yang ditawarkan pun bisa
disesuaikan dengan keadaan dan usaha anggota. Misalnya: Untuk anggota koperasi di
dekat pasar yang anggota peminjamnya didominasi oleh pedagang di pasar,
pembayaran kreditnya dapat ditagih harian untuk meringankan pembayaran mereka. Atau
jika sebagian besar anggota adalah peternak, koperasi dapat memberikan pinjaman
yang waktu jatuh temponya disesuaikan dengan masa produksi.
Jejaring.
Seringkali
masalah utama yang dihadapi pengusaha kecil selain permodalan adalah pemasaran.
Nah, dalam hal ini koperasi dapat menjadi
fasilitator dalam hal pemasaran hasil usaha anggota-anggotanya. Koperasi dapat
membangun jejaring dengan toko, pemilik modal atau entitas lain yang relevan.
Atau paling tidak koperasi memfasilitasi pemasaran di antara anggota-anggota
koperasi sendiri menggunakan prinsip “dari, oleh dan untuk anggota.”
Namun tidak bisa disangkal, untuk sampai ke sana masih banyak pembenahan
yang harus dilakukan dalam gerakan perkoperasian di negara kita.
Tantangan-tantangan yang dihadapi antara lain:
1.
Pengelolaan yang konvensional. Banyak koperasi
yang belum dikelola secara modern sehingga menimbulkan banyak masalah yang
ujung-ujungnya bisa merugikan anggota. Masalah-masalah tersebut misalnya: penguatan SDM yang belum
memadai, pengurus dan pengawas yang inkompeten serta produk dan pelayanan yang belum
berorientasi pada anggota.
2.
Teknologi. Belum semua koperasi menerapkan sistem
informasi dan akuntansi yang komprehensif sehingga banyak pekerjaan yang masih
dilakukan secara manual. Ini tentu meninggalkan celah keamanan keuangan yang
besar dan pekerjaan menjadi lambat bahkan terbengkalai.
3.
Pendampingan kepada anggota masih kurang.
Koperasi masih cenderung pasif dan menunggu anggota. Padahal pendampingan yang
dimaksud adalah aktivis koperasi turun ke lapangan dan berjumpa dengan anggota
untuk mengetahui kendala-kendala dalam usaha dan pengelolaan keuangan mereka.
----
ilustrasi gambar dari: FB Koperasi CU Mekar Kasih
pertama kali ditayangkan di kompasiana.com
Post a Comment